Menyoal tari tradisional dan identitas gender di Kamboja

Natyarasa dancers

Para penari Natyarasa sedang berlatih pada 26 November 2022. Foto : Kay Nara/VOD. Digunakan dengan izin.

Artikel ini ditulis oleh Lara Shaker dan pertama kali muncul di VOD News, sebuah situs berita independen di Kamboja, dan dipublikasikan kembali oleh Global Voices, sebagai bagian dari perjanjian berbagi konten.

Dalam pendirian sanggar tari klasik dan semua penarinya adalah pria gay, Prumsodum Ok, seorang seniman Kamboja kelahiran Amerika Serikat mengungkapkan, bahwa hal ini akan secara simultan mendukung pelestarian tradisi dan mendorong pemahaman tentang perbedaan.

Menggabungkan dua aliran budaya yang berbeda – progesif dan konservatif – dinilai banyak pihak sebagai elemen yang dapat saling menguatkan, sesuatu yang menurut Ok dapat memberikan warna baru bagi budaya Khmer. Dalam wawancara dengan VOD News, Ok menjelaskan :

Dalam tradisi Khmer, ada tempat bagi orang yang tidak termasuk perempuan atau pria. Sebagai contoh, pada tarian yang paling sakral, ada Brahman yang berperan sebagai penghubung antara surga dan dunia. Brahman ini digambarkan sebagai setengah pria dan setengah wanita. Jadi, di dalam budaya kami sudah dikenal orang yang di masa kini dikenal sebagai “queer”.

Lahir di Amerika dari orangtua yang merupakan pengungsi dari Kamboja, Ok merintis karir sebagai penari klasik Khmer, pembuat film eksperimental dan fotografi. Kembali ke Kamboja pada 2015, dia mendirikan sanggar tari klasik Khmer, pertama kali yang beranggotakan pria gay. Sanggar tari ini diberi nama Natyarasa dan kini sudah memiliki 10 penari.

Pada awalnya penggabungan tersebut tampak kontradiktif, tapi Ok mengatakan bahwa dua hal tersebut dapat dengan mudah digabungnya, seperti penjelasannya ini:

 Dalam bahasa Khmer, ketika menyebut ‘pentas’, kita menggunakan kata “samdeng”. Di Amerika, ketika menggunakan kata tersebut, artinya menjadi sesuatu yang bukan diri kita, memerankan sesuatu, tapi dalam bahasa Khmer artinya membuatnya menjadi nyata, menjadi hadir di atas pentas dan menyatu dengannya. Ada perempuan yang menari menjadi dewa pria, lelaki menjadi dewi, orang-orang menari menjadi binatang atau setan. Seni pertunjukan terus menerus menampilkan hal-hal yang melintasi gender, waktu, tempat bahkan spesies.

Ok menjelaskan bahwa mendirikan sanggar tari pada awalnya memang penuh tantangan, biarpun kini telah menampakan hasilnya. Sanggar tersebut kini telah memiliki penari yang terdiri dari 2 generasi dan murid yang berumur antara 18-26 tahun. Beberapa dari mereka sudah cukup lama menjadi penari, tapi ada juga yang bergabung dengan pengalaman yang masih minim.

Saya tidak mencari penari yang cocok dengan sanggar ini, ada proses di sini yang akan memberikan mereka ketrampilan. Peran saya sebagai guru adalah untuk membangkitkan minat para murid dan melihat saat-saat  ketika mereka bisa menemukan diri mereka sendiri, suara yang terpendam dan tahu apa yang mereka lakukan.

Sanggar tari ini tidak hanya mengajarkan para murid tari tradisional Khmer, tapi juga mendukung para penari Kamboja menjadi mandiri. “Saya melakukannya dengan mengajari mereka, memberikan upah yang layak, paspor dan juga kesempatan untuk bepergian serta diliput oleh media,” ujar Ok. Beberapa dari mereka pergi ke luar negeri untuk belajar bahasa Inggris dan mengejar mimpi mereka untuk menjadi penyanyi atau musisi.

Khuon Chay, salah satu anggota Natyarasa, mengingat masa-masa sebelum bergabung dengan sanggar ini :

Tiga tahun yang lalu, saya berada di kota dan melihat bahwa tempat tersebut juga menerima lelaki gay. Saya segera menyadari bahwa saya ingin menjadi bagian dari perubahan ini, biarpun hanya sedikit saja. Saya tidak mendapat dukungan dari keluarga, tapi tetap mengikuti mimpi untuk menjadi penari profesional. Saya bisa membuktikan bahwa sekarang sudah dapat mewujudkan apa yang saya mimpikan

Ketika memikirkan tentang hubungan antara kegiatan aktivis LGBTQ+ dan budaya Khmer tradisional, Chay berpendapat, “Hal tersebut menjadi penting ketika merupakan bagian dari gerakan yang menyelamatkan seni Khmer. Saya merasa seperti telah melakukan sesuatu yang berarti bagi negara dan komunitas.”

Hal ini bukan hanya mengajarkan tentang kekayaan budaya tari klasik, juga membawanya untuk lebih mengenal diri sendiri.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, saya banyak berubah. Saya merasa menjadi manusia baru. Saya mendapat banyak kesempatan melalui kerja ini, serta menjadi banyak tahu tentang budaya dan berbagai tempat. Saya juga belajar bahwa kehidupan seorang seniman tidak akan pernah berhenti belajar, sepanjang hidupnya.

Rehearsal of Natyarasa dancers

Para penara Natyarasa sedang berlatih. Foto : VOD.

Sebagai guru, Ok mengatakan bahwa tidak peduli dengan pelabelan yang diberikan oleh orang-orang, selama orang-orang dapat menemukan nilai yang berharga selama mereka berinteraksi di sanggar.

Dalam beberapa hal, saya memang sering dianggap aktivis tapi sejujurnya saya tidak terlalu memikirkannya. Saya tidak peduli jika orang-orang menganggap saya sebagai seniman tradisional, atau kontemporer, atau queer. Hanya satu hal yang saya perhatikan : apakah pekerjaan sudah dilakukan dengan benar? Dan dikerjakan dengan indah? Itulah hal yang berarti buat saya.

Ketika berbicara tentang kesuksesan sanggar, Ok dengan bangga mengatakan bahwa penari mereka mencakup seluruh golongan umur di Kamboja.

“Kami diminati oleh tua dan muda,” jelasnya.

Biarpun ada beberapa maestro yang tidak setuju dengan pendekatannya, mereka mengakuinya sebagai seniman dan guru.

“Saya tidak bisa mengatakan bahwa kami mendapatkan dukungan penuh dari generasi seniman yang lebih tua. Mungkin saya bisa bilang bahwa kami sudah diakui sebagai bagian dari kelompok seniman.”

Karena menampilkan bentuk seni tradisional, Ok berefleksi tentang apa yang ada di dalam benak leluhur tentang kerjanya. “Sejujurnya, saya rasa para leluhur akan bangga tentang apa yang saya lakukan. Saya pikir mereka akan menyukai cara saya mengayomi kaum muda dan komunita, tentang bagaimana saya merepresentasikan tradisi ini dan Kamboja secara keseluruhan.”

Saat ini Natyarasa sedang melakukan latihan di studio mereka di Phnom Penh untuk pentas mendatang, yang akan tayang pada April 2024 di Amerika. Profil dan karya Prumsodun Ok dapat dilihat di kanal YouTube dan situs yang dikelolanya.

Mulai Percakapan

Relawan, harap log masuk »

Petunjuk Baku

  • Seluruh komen terlebih dahulu ditelaah. Mohon tidak mengirim komentar lebih dari satu kali untuk menghindari diblok sebagai spam.
  • Harap hormati pengguna lain. Komentar yang tidak menunjukan tenggang rasa, menyinggung isu SARA, maupun dimaksudkan untuk menyerang pengguna lain akan ditolak.