Kisah dibalik Pergantian Nama Pameran Perang Dunia Kedua di Singapura

Galeri Perang Dunia Kedua, yang sebelumnya bernama Syonan, sebutan untuk Singapura saat penjajahan Jepang dari tahun 1942 hingga 1945. CC 3.0.

Demi mengajarkan generasi muda tentang pahitnya kehidupan ribuan warga Singapura saat penjajahan Jepang dari tahun 1942 hingga 1945, pemerintah Singapura menyelenggarakan sebuah pameran pada tanggal 16 Februari, dengan nama “Syonan Gallery: War and Its Legacies”

Namun sehari setelah pembukaannya, pemerintah mengganti nama galeri tersebut menjadi “Surviving the Japanese Occupation: War and Its Legacies “

Banyak orang mengingatkan pihak yang berwenang bahwa “Syonan-To”, yang berarti “cahaya selatan” merupakan nama yang digunakan oleh Angkatan Darat Kekaisaran Jepang saat menjajah Singapura di Perang Dunia Kedua. Banyak juga yang menganggap pergantian nama ini dapat menyinggung ribuan orang yang menderita saat masa penjajahan Jepang.

Apa artinya sebuah nama? Cukup banyak, ketika menyangkut Syonan Gallery. Entah itu merupakah judul sebuah pameran atau galeri.

Lembaga Perpustakaan Negara yang bertanggung jawab atas galeri tersebut menjelaskan mengapa mereka memilih sebutan Syonan:

The new name of the gallery reminds us how brittle our sovereignty can be, as Singapore lost not only its freedom but also its name during the Japanese Occupation.

Nama baru galeri ini mengingatkan kita betapa rapuhnya kedaulatan yang kita punya saat penjajahan Jepang, Singapura hanya kehilangan kebebasan namun juga nama baik sebuah negara.

Namun penulis Tan Wah Piow mempertanyakan mengapa galeri ini dibuka pada hari peringatan invasi Singapura oleh Jepang:

It is even more bizarre to time the opening of the Syonan Gallery on the day Japan conquered Singapore. To complete the joke, the Singapore government might as well invite the lunatic fringe of the Japanese ultra-right to officiate the opening of the museum.

Hal ini terlihat semakin aneh karena hari peresmian Galeri Syonan ini bertepatan dengan hari Jepang menjajah Singapura. Selain itu, pemerintah Singapura malah mengundang pihak pendukung Jepang untuk meresmikan pembukaan museum ini.

Vernon Chan meminta pemerintah untuk memperluas tema galeri Perang Dunia Kedua:

Why is the image of the surrender to the Japanese more prominent in our historical memory than the image of the Japanese surrender?

How about stressing the importance of treaties and allies in a multipolar world?

How about honouring our allies from the war – including the communists, KMT, British, Australians, and Americans who jointly pooled their resources to liberating Malaya and Borneo?

How about recognising that in a world war, territory can be lost and regained – and the “fall of Singapore” should be balanced with the “liberation of Singapore”?

Mengapa gambaran dari penderitaan karena masa Jepang lebih mencolok daripada memori bersejarah yang ada saat Jepang?

Bagaimana jika lebih fokus terhadap pentingnya perjanjian dan persekutuan dalam sebuah dunia multipolaritas?

Bagaimana dengan menghargai para sekutu perang kita- termasuk juga para komunis, KMT, orang Inggris, orang Australia dan orang Amerika yang bersatu padu menyatukan sumber yang mereka punya untuk membebaskan Melayu dan Borneo?

Bagaimana dengan perkenalan dalam sebuah perang dunia, daerah kekuasaan bisa jadi hilang dan didapat kembali – dan “jatuhnya Singapura” harusnya diimbangkan dengan “bebasnya Singapura”?

Jurnalis veteran P N Balji menuliskan bahwa hal tersebut mencerminkan bahwa pemerintah telah gagal dalam hal mengerti perasaan orang tua di negara ini:

It points to one disturbing fact: that the people running the government machinery are losing touch with an important segment of society. Older citizens are a vote bank the government will ignore at its own peril.

Salah satu fakta yang mengganggu: mereka yang menjalankan pemerintahan telah melupakan ikatan erat dengan sebuah bagian penting dari masyarakat. Para orang tua pun mengganggap pemerintah akan kurang perhatian atas apa yang pernah mereka derita.

Setelah mendengar banyaknya kritik dari rakyat, Menteri Komunikasi dan Informasi Yaacob Ibrahim meminta maaf atas penggunaan nama Syonan. Dia juga mengumumkan bahwa galeri tersebut akan diberi nama baru:

Far from expressing approval of the Japanese Occupation, our intention was to remember what our forefathers went through, commemorate the generation of Singaporeans who experienced the Japanese Occupation, and reaffirm our collective commitment never to let this happen again.

This was never our intention, and I am sorry for the pain the name has caused.

I have reflected deeply on what I heard. We must honour and respect the feelings of those who suffered terribly and lost family members during the Japanese Occupation

Maksud kami sebenarnya adalah untuk mengenang apa yang tetua kami telah jalani pada masa penjajahan Jepang, bukan berarti kami bisa menerima penjajahan Jepang tersebut, dan juga untuk menegaskan lagi tidak akan terjadi lagi hal seperti ini.

Ini bukanlah kesengajaan dan saya meminta maaf atas luka yang dirasa karena nama tersebut.

Dari semua hal yang saya ketahui, saya sadar bahwa kami harus menghargai dan menghormati perasaan mereka yang hidup menderita saat masa penjajahan Jepang.

Setelah pemberitahuan tersebut, akhirnya nama Syonan pun dihilangkan dari museum itu:

Penggantian nama Syonan Gallery akan menyinggung lebih sedikit pihak

Perdana Menteri Lee Hsien Loong juga menkonfirmasikan bahwa galeri tersebut tidak akan lagi bernama Syonan:

Many Singaporeans of all races suffered terrible atrocities during the Japanese Occupation, or had family members who did.

My colleagues and I honour and respect these deep feelings. So we have renamed the exhibition to bear witness to these painful memories.

Banyak orang Singapura dari berbagai suku sangat menderita atas kekejaman di masa penjajahan Jepang.

Saya berserta rekan di pemerintahan menghargai dan menghormati perasaan mendalam ini. Oleh karena itu kami telah mengganti nama pameran ini untuk menghargai perasaan orang yang telah mengalami kenangan-kenangan pahit itu.

Mulai Percakapan

Relawan, harap log masuk »

Petunjuk Baku

  • Seluruh komen terlebih dahulu ditelaah. Mohon tidak mengirim komentar lebih dari satu kali untuk menghindari diblok sebagai spam.
  • Harap hormati pengguna lain. Komentar yang tidak menunjukan tenggang rasa, menyinggung isu SARA, maupun dimaksudkan untuk menyerang pengguna lain akan ditolak.