Ini adalah post nomor dua dari dua posting mengenai persepsi dari peran yang dimainkan oleh media sosial dalam buntut dari kekerasan yang terjadi di Assam yang merebak di berbagai kawasan di India dan mengancam kedamaian negara tersebut. Post nomor satu ada disini.
Pemerintah India memblokir SMS massal, MMS, situs-situs dan beberapa URL media sosial yang spesifik dan mengatakan bahwa ini adalah bagian dari usaha mereka mengontrol merebaknya desas-desus dan “terorisme secara cyber”; ada banyak diskusi di media massa tentang bagaimana media sosial cepat menjadi “senjata dua mata” dan bagaimana beberapa peristiwa yang terjadi belakangan ini telah “mengeluarkan secara penuh potensi media masa untuk menimbulkan kerecokan“. Opini media massa ini, sebagian yang mengeluarkan dukungan akan pentingnya media sosial, tidak diabaikan oleh para pengguna Internet. Misalnya, Media Crooks bertanya:
So what’s with the rant against the Twitterati and social media by these media celebs?
Blogger dengan nama Amrit Hallan menulis di situs Writing Cave apabila media massa memiliki motivasi tersendiri untuk menciptakan desas-desus akan “bahaya” dari media sosial. Ia menulis:
People in the mainstream media have always been at loggerheads with the free spirit of social networking websites that empowers everybody to express opinions and spread ideas…(they) have been gleefully recommending the curtailment (of social media). Social networking and blogging continuously make their job hard. The moment they try to spread some misinformation, it is countered by Twitter or blogs with factually correct information, often posted by people close to the ground.
Banyak postingan di Twitter yang mengemukakan kekhawatiran dan perasaan yang sama:
Priya James (@james_priya): I think by now, MSM coverage volumes of ‘social media terrorism’ has now surpassed even their basic coverage of Assam situation!
Gaurav Sabnis (@gauravsabnis): Politician-MSM nexus in India so blatantly clear with blame for NE rumors laid squarely at social media's doors.
Rajeev Nagpal (@rajeevnagpal): In #India the #MSM can't tolerate any one challenging their hold. No wonder they support censoring social media #HandsOffTwitter
Semuanya terjadi begitu cepat. Para penyedia jasa Internet telah dikirimkan komunikasi secara resmi untuk memblokir situs-situs dan akun pengguna Twitter, termasuk milik beberapa jurnalis dan profil palsu yang diciptakan dengan maksud untuk memparodikan Perdana Mentri India. Anehnya, blogger asal Pakistan, Faraz Ahmed Siddiqui, orang pertama yang menemukan foto-foto yang direkayasa untuk menciptakan kerusuhan, juga kena sensor dan posting miliknya tidak dapat diakses melalui beberapa penyedia jasa Internet.
AEIdeas, sebuah blog milik American Enterprise Institute berkomentar akan masalah ini:
The Indian government ought to have given Mr. Siddiqui a medal for his investigative work. Instead it has blocked his post.
Para pengguna media sosial di India telah mengikuti secara cermat berbagai macam aksi pemerintah dan ada banyak debat dan diskusi mengenai apakah pembredelan terhadap media sosial adalah pensensoran kebebasan berbicara atas nama mengontrol penyebaran desas-desus.
Sebagian orang menyebut aksi pemerintah sebagai Orwellian/dystopian. Sebagian lainnya telah melihat manfaat dari “niat” pemerintah untuk mengurangi penyebaran informasi yang menghasut rakyat, tetapi kecewa akan betapa tidak efektifnya cara pemerintah dalam menangani hal tersebut, mereka bertindak bagaikan “suster Internet” dan “memblokir komunikasi, membatasi kebebasan berbicara, dan memblokir situs-situs”.
Di CIS India, Pranesh Prakash menulis analisis informasi di media sosial yang di blokir di India sejak 18 Agustus. Berikut adalah hasilnya:
Reaksi keras terus mengalir di Twitter melalui berbagai hashtag seperti #GOIBlocks, #IndiaBlocks, #Emergency2012 dll. [Ada beberapa debat mengenai penggunaan kata ‘Emergency’ (darurat) dan usaha untuk menunjukkan kesamaan antara pemblokiran kali ini dan keadaan darurat tahun 1975, dimana terjadi penyekorsan kebebasan sipil dan penangkapan para jurnalis atas nama memerangi ancaman terhadap keamanan nasional].
Indian Rebellion (@reBel1857): today they r blocking ur twitter account, tomorrow ur bank account and then will lock u in ur home … #GOIBlocks #Emergency2012
Pranesh Prakash (@pranesh_prakash): If you oppose #censorship, more power to you! I do too. But calling this #Emergency2012 is ridiculous! #IndiaBlocks #netfreedom
Madhavan Narayanan @madversity): Social media is a modern challenge and a modern opportunity. Government attempts to police it smacks of outdated feudal style #GOIblocks
Raheel Khursheed(@Raheelk): Everything ██ is █████ ████ ████ fine ███ █ ████ love. ████ █████ the ███ UPA ███ ████ Government ██ #GOIBlocks #Twitter
Sunanda Vashisht (@sunandavashisht): First they ignored us, then they argued with us, then they blocked us #emergency2012
Babar (@6a6ar): The only thing left for us to do is block all media and Govt. handles in protest. Let's start a #VirtualRevolution #IndiaBlocks
Abhijit Majumdar (@abhijitmajumder): Govt of
#India is just testing#socialmedia waters by blocking spoof PMO accounts. Prepare for greater censorship on#Twitter and#Facebook
Amit Agarwal (@labnol): The Indian govt can force ISPs to block individual Twitter profiles but everything will still be available through web apps like Tweetdeck
Humor dan sarkasme tidak ada habisnya. Misalnya:
Mahesh Murthy (@maheshmurthy): Now that Govt has solved North East crisis by limiting SMS, it will fight malnutrition by banning food pics on Instagram
Kalyan Varadarajan (@itzkallyhere): My nose blocked. But I didn't poke my nose in Govt matters! My nose isnt a handle. Damn! #GOI
Ramesh Srivats (@rameshsrivats): I've a few SMSs to spare from today's quota. If you mail me recipient's number, message & a cheque, I can send an SMS for you.
#BusinessIdea
Namun, tidak semua orang merasa terhibur. Amrit Hallan bertanya:
Are we going to follow the footsteps of Pakistan and China and turn into a Blockistan? No matter how much it makes some of the English-speaking mainstream journalists happy, blocking isn’t possible, at least sustained blocking. The Internet has empowered the silent majority and there is going to be a big backlash if the government, or another agency tries to take this power back. In what form this backlash is going to manifest? It remains to be seen.
Dalam tulisan tamu di Trak.In, blogger Prasant Naidu menyarankan bahwa pemerintah bisa menggunakan media sosial secara positif. Ia berkata:
instead of banning social media, the government can use it in its favor controlling the crisis of NE. The virality feature that our politicians are scared of can be used for killing rumors. Can’t the government get in touch with Facebook and Google India to find out ways to use social media in a better way? Can’t the Government start a social media campaign to “Save NE and Save India”?
Twitter is one of the tools that the government can use. A brilliant example is how Nirupama Rao, India’s Foreign Secretary used Twitter during the evacuation of Indians at the time of the Libyan crisis.
Social Media is not rocket science; it is about communicating with humans and for that you need to have the will to evolve and change. Banning social networks is not a solution to combat rumors but it is a half backed measure to cover the lid on the growing tensions.
Twitter adalah salah satu alat yang bisa digunakan oleh pemerintah. Contoh yang paling brilian adalah bagaimana Nirupama Rao, Mentri Luar Negri India menggunakan Twitter dalam mengevakuasi warga India pada saat krisis Libya.
Media sosial bukan ilmu roket; tetapi tentang berkomunikasi dengan manusia dan untuk itu kamu harus memiliki keinginan untuk berkembang dan berubah. Memblokir media sosial bukan solusi untuk memerangi desas-desus tetapi merupakan usaha setengah-setengah untuk menutupi situasi.
Pemerintah, dalam perannya, telah mengeluarkan tata aturan dalam media sosial untuk diikuti oleh berbagai instansi pemerintah. Akan kita lihat bagaimana situasi di lapangan terus berkembang dan apa dampaknya terhadap ketegangan antara pemerintah dan media sosial dalam pengaturan dunia cyber di masa mendatang.