Karakter animasi yang dikenal dengan nama Pokemon mulai menginvasi imaginasi dan telepon genggam orang-orang di berbagai belahan dunia, dimulai sejak Juli 2016. Demam ini dimulai sejak Pokemon Go, sebuah permainan berbagis augmented reality ini diluncurkan diberbagai negara.
Permainan yang dalam sekejap disukai jutaan orang di seluruh dunia ini, mengharuskan pemain untuk berjalan-jalan di kotanya, menggunakan Google Maps dan kamera telepon lalu memotret karakter yang berlatar belakang lingkungan tempat mereka berada. Pemain kemudian berusaha menangkap Pokemon yang ditemui dengan menggerakkan jari pada layar telepon.
Setelah permainan ini diluncurkan, tiba-tiba banyak orang yang berkeliling di tempat-tempat umum, dengan telepon di tangan, tentu saja bertujuan untuk menangkap Pokemon. Pemandangan ini terkadang membuat tertawa orang-orang yang melihatnya, meskipun tidak sedikit yang merasa jengkel.
Beberapa pemain malah melakukan hal-hal yang tidak terpikirkan, seperti menyewa kendaraan serupa bajaj untuk menjelajahi kota seperti yang terjadi di Peru, termasuk beberapa hal yang menarik perhatian media terkait fenomena Pokemon Go. Penggemar kreatif lainnya ada yang memberikan sentuhan tersendiri pada permainan tersebut seperti sekelompok seniman Rusia yang merancang ulang karakter Pokemon Go menjadi karakter dari tokoh kartun Rusia klasik.
Hanya saja, permainan ini juga menyentuh isu serius di beberapa negara seperti politik, hubungan internasional, sensor dan agama di beberapa negara seperti Iran, Jepang, Tiongkok dan Rusia.
Beberapa bulan setelah resmi diluncurkan, orang-orang Tiongkok tetap tidak dapat memainkan Pokemon Go, karena negara ini memang memberlakukan sensor ketat bagi banyak aplikasi dan permainan pada telepon genggam. Tidak menyerah pada keadaan, beberapa pemain yang berani menemukan cara untuk mengecoh Great Firewall (istielah untuk sensor yang ketat di Tiongkok, diplesetkan dari Great Wall) agar dapat mengakses Pokemon Go. Salah satu cara adalah dengan mengecoh lokasi GPS sehingga para pemain secara virtual terlihat berada di negara lain.
Bagi para pemain di Tiongkok, ada resiko mendapat label sebagai pengkhianat jika kedapatan bermain Pokemon. Di tiongkok sedang berkembang nasionalisme yang tinggi dalam beberapa tahun terakhir, dan sebagai konsekuensi menganggap Jepang dan Amerika, dengan segala produk yang dibuat keduanya, – sebagai musuh. Pokemon Go dikembangkan oleh perusahaan Amerika, Niantic Labs bekerja sama dengan Nintendo, sebuah perusahaan game asal Jepang. Dua hal inilah yang akan memicu kemarahan para penduduk Tiongkok yang memiliki patriosme sempit.
VPN (Virtual Private Network) adalah sebuah cara untuk membuat koneksi aman di dengan jaringan internet dengan lokasi fisik yang berbeda. Misalnya, seseorang yang berada di Iran bisa terkoneksi dengan VPN yang berlokasi di Kanada. Koneksi ini memungkinkan mereka menembus sensor di Iran dan menggunakan internet selayaknya mereka berada di Kanada. VPN merupakan alternatif penting bagi orang-orang yang tinggal di negara melarang akses terhadapat sejumlah situs dan layanan.
Di Iran, pemerintan melarang Pokemon Go terkait isu keamanan. Baru-baru ini, kepala petugas pemerintah yang berkaitan dengan game telah berdiskusi dengan pengembang Pokemon Go, meminta agar pemerintah mengambil alih server data di dalam Iran. Pengembang Pokemon Go bersedia bekerja sama dengan pemerintah dan melarang game tersebut untuk menargetkan lokasi sensitif. Sama seperti di Tiongkok, orang Iran menemukan berbagai cara agar dapat memainkannya, seperti menggunakan VPN ketika mengunduh aplikasi. Hanya saja, para pemain bercerita tidak menemukan banyak Pokemon di kota-kota besar, seperti Teheran misalnya.
Para editor Global Voices seperti Oiwan Lam, Mahsa Alimardani dan Nevin Thompson mengeksplorasi lebih dalam tentang Pokemon go dan hal-hal yang berkaitan dengna politik serta sensor dalam sebuah podcast:
Pemerintah di Mesir, Kuwait dan Uni Emirat Arab telah mengeluarkan peringatan seirus yang melarang para pemain mendekati atau memotret gedung yang dijaga ketat. Kementerian Dalam Negeri Kuwait melalui wakil menterinya Suleiman al- Fahd mengeluarkan pernyataan “tidak akan mentoleransi orang yang mendekati tempat-tempat terlarang, disengaja atau tidak.”
Di Rusia, seorang video blogger bernama Ruslan Sokolovsky dipenjara karena bermain Pokemon Go di dalam Gereja Katedral Rusia Ortodoks. Polisi menyelidikinya atas tuduhan ekstrimis dan menyinggung orang-orang beribadah. Jika diputuskan bersalah, maka Ruslan bisa dihukum maksimal 5 tahun penjara.
Video yang menunjukkan Ruslan sedang bermain Pokemon Go di dalam Church of All Saitns ditonton nyaris 1,2 juta orang di YouTube. Kasus ini disandingkan dengan kejadian yang menimpa Pussy Riot, grup musik punk yang tampil di Katedral Moskow pada tahun 2011, sebagai bentuk protes kepada Gereja Ortodoks yang mendukung Presiden Vladimir Putin. Tiga orang anggota Pussy Riot dituduh sebagai “pengacau yang membenci agama”, dan dua diantaranya dikenai hukuman penjara.
Ingin membaca artikel-artikel Global Voices terkait Pokemon Go?
Silakan pilih artikel-artikel yang menarik dibaca dari daftar di bawah ini
-
Russia's Pokemon-Go-Playing Atheist Outlaw Has Some Powerful Enemies (8 September 2016)
-
Russia's Pokemon Gulag (5 September 2016)
-
Peruvian Pokémon Go Players Eager to Cover More Ground Are Hiring Motorcycle Taxi Drivers (23 August 2016)
-
Netizen Report: In China and the Middle East, Pokémon GO is Not All Fun and Games (4 August 2016)
-
The Week That Was at Global Voices: Pokémon Go Gets Political (1 August 2016)
-
Playing Pokémon Go in China Is Not Easy, but Many Are Still Risking It (27 July 2016)
-
With Trepidation and Excitement, Pokémon Go Finally Launched in Japan (25 July 2016)
-
PokéStops or Stopping Poké? Iran Reacts to the Pokémon Go Phenomenon (20 July 2016)
-
Di Soviet, Para Seniman Mengubah Tokoh Kartun Klasik ke dalam Pokemon Go (18 July 2016)