Lilly Satidtanasarn, Bocah Berusia 12 tahun yang Memerangi Polusi Plastik di Thailand

Lilly Satidtanasarn mengajari murid TK tentang pentingnya mengurangi pemakaian plastik sekali pakai di masyarakat. Foto diambil dari laman Facebook Bye Bye Plastic Bags Thailand.

Lilly Satidtanasarn yang berusia 12 tahun, adalah salah satu orang yang tergabung dalam aksi protes ‘die-in’ pada 20 September 2019 di depan Kementrian Sumber Daya Alam dan Lingkungan Thailand untuk menyimbolkan krisis iklim yang semakin memburuk. Hal ini adalah bagian dari protes krisis iklim global yang diinisiasi oleh sebagian besar anak muda di seluruh dunia untuk menyoroti perlunya tindakan segera agar pemanasan global yang pesat di planet ini dapat dikurangi.

Di Thailand, Lilly dikenal mendukung aksi untuk mengurangi pemakaian plastik. Lilly sudah berdialog dengan para pejabat, petinggi perusahaan, dan kepala pemerintahan selama empat tahun terakhir tentang polusi yang dihasilkan oleh plastik sekali pakai.

Upaya Lilly telah sukses meningkatkan kesadaran tentang limbah plastik di Thailand. Dan advokasinya telah diketahui berhasil membuat sebuah supermarket di Bangkok untuk tidak memakai kantong plastik satu hari setiap minggunya.

Dalam sebuah wawancara antara penulis dengan Lilly yang difasilitasi dengan keluarganya via WhatsApp, Lilly mengatakan bahwa dia tidak yakin apakah dirinya pantas atau tidak untuk disebut sebagai advokat lingkungan, karena Lilly merasa bahwa aksinya selama ini adalah sebagai bentuk tanggung jawab:

Saya merasa punya tanggung jawab untuk melakukan sesuatu akan hal ini sekarang. Saya tidak tahu jika saya adalah pembela lingkungan seperti yang Anda katakan. Keluarga saya selalu mengajarkan saya jika kita bisa melakukan suatu hal untuk membantu, maka lakukanlah. Saya melihat banyak persoalan saat ini dan saya tahu bahkan anak-anak seperti saya dapat melakukan perubahan jika berbuat sesuatu, jadi saya  melakukannya. Selain itu, tidak cukup jika hanya saya yang berbuat sesuatu, semua orang juga harus membantu termasuk pemerintah dan orang yang mempunyai kekuasaan. Saya bisa memberi tahu mereka tentang isu ini agar mereka juga bisa membantu.

Kekhawatiran Lilly pada kondisi lingkungan ini mulai muncul ketika dirinya yang masih berusia delapan tahun melihat sampah plastik di pantai saat sedang berlibur bersama keluarganya.

Dia berbagi tentang tantangan dan kesulitan yang dia hadapi saat berdiskusi  dengan pihak berwenang dan para pemimpin di masyarakat.

Orang dewasa berpikir bahwa saya sedang mengerjakan tugas atau projek sekolah. Mereka tidak menganggap saya serius, tetapi saya tetap mengirimi mereka surel dan sekarang mereka percaya saya serius. Saya mengadakan pertemuan dengan mereka dan mempresentasikan ide-ide saya dan saya menunjukkan kepada mereka apa yang sudah saya lakukan sejauh ini. Orang-orang akan mengikuti saya bukan karena saya mempunyai pemikiran atau pengetahuan. Orang-orang akan mengikuti saya karena saya telah beraksi, saya menunjukkan kepada mereka bahwa saya telah melakukan perubahan.

Lily, Greta Thunberg dari Thailand, berperang melawan plastik

Banyak media memberitakan Lilly sebagai Greta Thunberg-nya Thailand. Greta Thunberg sendiri adalah aktivis lingkungan berusia 16 tahun dari Swedia yang menjadi ikon populer gerakan melawan perubahan iklim. Berikut ini adalah reaksi Lilly:

Greta adalah tokoh penting untuk saya. Dia menunjukan bahwa anak muda mempunyai kekuatan untuk membuat perubahan dan saya telah percaya itu sejak lama. Saya tidak berpikir saya adalah Greta-nya Thailand. Saya adalah diri saya sendiri. Jadi, saya adalah Lilly. Saya tinggal di Thailand dan saya adalah warga dunia ini. Planet Bumi adalah persamaan yang kita semua miliki.

Ini adalah pesan Lilly untuk pejabat Thailand:

Saya pikir jika pemerintah setuju lingkungan kita penting maka mereka seharusnya menyatakan bahwa kita dan seluruh wilayah Thailand sedang berada di dalam krisis. Kami dilanda masa kemarau dan banjir selama bertahun-tahun. Begitu banyak makhluk laut mati karena memakan plastik. Kami hanya memiliki 34% hutan hujan tropis yang tersisa di Thailand. Kami menghabiskan bahan bakar fosil. Tidak akan ada yang tersisa. Dan kami memiliki begitu banyak pabrik baru dan meningkatkan emisi karbon. Jadi, dengan semua masalah yang kita hadapi, kita harus mendeklarasikan Darurat Iklim untuk Thailand.

Mulai Percakapan

Relawan, harap log masuk »

Petunjuk Baku

  • Seluruh komen terlebih dahulu ditelaah. Mohon tidak mengirim komentar lebih dari satu kali untuk menghindari diblok sebagai spam.
  • Harap hormati pengguna lain. Komentar yang tidak menunjukan tenggang rasa, menyinggung isu SARA, maupun dimaksudkan untuk menyerang pengguna lain akan ditolak.