Hampir 90 orang tewas dan ratusan luka-luka setelah dua pembom bunuh diri menyerang protes damai yang dipimpin oleh kelompok minoritas Syiah Hazara di Deh Mazang, Kabul pada 23 Juli 2016. Serangan itu, salah satu yang paling mematikan sejak tahun 2001, kemudian diklaim oleh ISIS.
Kelompok minoritas Afghanistan, Hazara, berbaris memprotes rencana pemerintah Afghanistan untuk mengubah rute proyek energi raksasa, jalur transmisi listrik 500 kV dari Turkmenistan ke Kabul, yang awalnya direncanakan melintasi Bamiyan, sebuah provinsi yang didominasi Hazara.
Seorang penulis Global Voices , Bismellah Alizada, sempat dirawat di rumah sakit setelah ledakan itu, dan penulis lain dari komunitas GV memiliki beberapa anggota keluarga yang menderita serangan biadab tersebut.
Hazara telah menggelar protes serupa di bulan Mei, melancarkan aksi Gerakan Pencerahan yang telah mendorong Presiden Ghani mengeluarkan keputusan untuk membangun jalur listrik lebih kecil melintasi Bamiyan.
It's systematic discrimination when every single major project bypasses the #Hazara homeland (center) pic.twitter.com/B37Ci6Jbnx #enlightenment
— Hector Of Troy (@HektorOfTroy) July 30, 2016
Ini diskriminasi sistematis ketika setiap proyek besar menghindari (pusat) kampung halaman #Hazara
Namun, konsesi itu sendiri tidak disetujui oleh sebagian Hazara.
Presiden Ghani telah membentuk sebuah komite guna menyelidiki serangan berantai itu. Dia menyatakan sehari setelah penyerangan itu sebagai hari berkabung nasional dan menamakan Deh Mazang ‘Alun-alun Syuhada’.
Saat menyampaikan pesan kenegaraan, ia menambahkan:
holding protests is the right of every citizen of Afghanistan and the government puts all efforts to provide security for the protestors, but terrorists entered the protests, and carried out explosions that martyred and wounded a number of citizens including members of security and defense forces.
Membuat protes adalah hak setiap warga negara Afghanistan dan pemerintah melakukan segala upaya untuk memberi keamanan bagi para demonstran, namun teroris ikut protes dan meledakkan diri, hingga melukai sejumlah warga termasuk anggota pasukan keamanan dan pertahanan.
Haroon Chakhansuri, juru bicara Presiden Republik Islami Afghanistan, mencuit:
As we mourn victims of today's terror attack in #Kabul, tomorrow Afghan flag will fly at half-mast at all public buildings-at home & abroad.
— Haroon Chakhansuri (@hchakhansuri) July 23, 2016
Sebagai bela sungkawa bagi para korban serangan teroris hari ini di #Kabul, besok bendera Afganistan akan berkibar setengah tiang pada semua bangunan publik-di dalam negeri & mancanegara.
Menyusul serangan itu, Kementerian Dalam Negeri Afghanistan mengeluarkan larangan demonstrasi 10 hari dengan alasan tingginya risiko kekerasan sektarian.
Skeptis pada larangan itu, Ahmad Shuja, peneliti di Human Rights Watch, menulis:
3/n The 10-day, countrywide protest ban risks being a blunt instrument at a time when civic action could be essential to public grieving
— Ahmad Shuja احمدشجاع (@AhmadShuja) July 24, 2016
Larangan itu, tidak ada batasan geografis. Artikel 14 tentang hukum demonstrasi menyebutkan hanya kewenangan polisi untuk mengosongkan lokasi demo demi alasan keamanan.
10 hari, larangan protes di seluruh negeri merupakan risiko tumpulnya aparat pada saat aksi sipil bisa jadi penting untuk nestapa masyarakat
Etnis Hazara secara historis telah dianiaya dan didiskriminasi.
Serangan di Deh Mazang baru-baru ini adalah serangan terburuk terhadap Hazara sejak 2011 ketika pemboman berantai di Kabul dan Mazar-i Sharif menewaskan sekitar 80 orang yang tengah berkumpul untuk memperingati Asyura, mengenang wafatnya syuhada Islam Syiah.
Sejak runtuhnya rezim Taliban, penculikan, pemerasan, dan pembunuhan dengan kekerasan atas Hazara tetap menjadi perhatian, dan memicu protes dan tuntutan untuk perlindungan yang lebih baik bagi kelompok minoritas.
Beberapa tokoh politik dan intelektual Hazara menyalahkan pemerintahan Ghani dan prihatin karena tidak mampu melindungi Hazara lagi.
Sebagian orang Hazara percaya bahwa serangan pada 23 Juli boleh jadi telah didorong oleh orang-orang dari dalam pemerintah sendiri.
Aslam Jawadi, pemimpin redaksi Harian Opensociety, mencuit:
We wrote, we shouted, we talked and we demonstrated peacefully, but #NUG instead of listening shot #enlightenment pic.twitter.com/e1dlyNf6tu
— Aslam Jawadi (@majawadi) July 29, 2016
Kita menulis, kita berteriak, kita berbicara dan kita menunjukkan damai, tapi #NUG malah mendengar tembakan
Selain itu, sebagian orang Hazara geram kepada para pemimpin politik mereka sendiri karena mengeksploitasi keluhan masyarakat mereka sendiri hanya demi kepentingan pribadi. Salah seorang pelayat, Ghulam Abbas, mengatakan:
They sold us and we will never forget this. They've built skyscrapers for themselves and their families from our blood.
Mereka menjual kita dan kita tidak akan pernah melupakan ini. Mereka telah membangun gedung pencakar langit untuk diri mereka sendiri dan keluarga mereka dari tumpahan darah kita.
Bilal Sarwary, jurnalis Afghanistan, mencuit bahwa pemerintah Afganistan mengetahui serangan itu.
#AFG One senior Afghan government official tells me, gov had intel 20 days ago, #ISIS wanted 2 carry an attack in Kabul and Jalalabad.
— Bilal Sarwary (@bsarwary) July 23, 2016
Seorang pejabat senior pemerintah Afghanistan mengatakan kepada saya, pemerintah telah mengamati 20 hari yang lalu, ISIS akan mengadakan 2 serangan di Kabul dan Jalalabad.
Hadapi, jangan takut
Sejak serangan itu, orang-orang Hazara telah menggempur media sosial dalam mencari keadilan, menuliskan dan memposting foto-foto tentang demonstrasi serta kadang-kadang gambar grafis pascaserangan dan para korban.
Noorjahan Akbar, aktivis hak-hak perempuan asal Afghanistan, mendorong orang untuk terus menyuarakan perhatian mereka terhadap pembunuhan brutal lebih dari 80 orang itu dalam aksi damai melalui cuitannya:
Politics aside, if we are silent in that face of the murder of 86 peaceful protesters, what does our silence say about us? #enlightenment
— (((NoorjahanAkbar))) (@NoorjahanAkbar) July 29, 2016
Di samping politik, kalau kita diam dalam menghadapi pembunuhan 86 demonstran yang cinta damai, apa kebungkaman kita akan bersuara tentang kita?
Maryam Mehtar, seorang jurnalis bebas Afghanistan, menambahkan:
We train our children hw to take pencils & pens in their hands, not weapons!#enlightenment #enlightenmentmovement pic.twitter.com/e2EqeSayb4
— MarYam MeHtar (@MaryamMehtar) July 29, 2016
Kita melatih anak-anak kita bagaimana menggenggam pensil & pena di tangan mereka, bukan senjata!
Bismellah Alizada dari Global Voices menulis:
Never can a bomb silence the voice for justice & equality. #enlightenmentmovement #notosystematicdiscrimination
— Bismellah Alizada (@BismellaAlizada) July 29, 2016
Bom tak pernah bisa membungkam suara keadilan dan kesetaraan.
Hazara sedunia menunjukkan solidaritas melalui berbagai pertemuan dan di media sosial dengan para korban dari gerakan protes dan pencerahan ini.
Saleem Javed, keturunan Hazara aktivis HAM dari Quetta, Pakistan, mencuit:
7 days ago, today, at this time, time stopped for many #Hazara anti-discrimination demonstrators. #enlightenment pic.twitter.com/Uvokq8fh4F
— Saleem Javed (@mSaleemJaved) July 29, 2016
7 hari sudah, hari ini, saat ini, waktu terhenti untuk banyak demonstran anti-diskriminasi Hazara
Marziya Mohammadi, pengacara HAM Afghanistan, mencuit dari Australia:
You eliminated those who planted the seeds for #enlightenment, but how will you eliminate #enlightenment? pic.twitter.com/AqWmINQEtW
— Marziya Mohammadi (@Marziiiya) July 29, 2016
Anda menghilangkan orang-orang yang menanam benih untuk pencerahan, tapi bagaimana Anda akan menghilangkan pencerahan?
Siapa jadi korban?
Afghanistan memperingati hari berkabung nasional pada 24 Juli.
Keluarga para korban mengangkut jenazah dari rumah sakit dan kamar mayat untuk mempersiapkan pemakaman.
Banyak keluarga masih mencari kerabat mereka yang hilang dan teman-temannya.
Hikmatullah Shafaiee menjadi satu dari demonstran yang tewas dalam serangan itu.
Fallen protester: Hikmatullah Shafaiee an engineering graduate is 1 of 23rd July #KabulBlast victims#enlightenment pic.twitter.com/APmzFTOlec
— Aslam Jawadi (@majawadi) July 28, 2016
Pengunjuk rasa gugur: Hikmatullah Shafiee lulusan teknik adalah 1 dari korban #KabulMeledak 23 Juli
Basir Ahang mengutip ibu korban, yang mendorong masyarakat untuk terus memperjuangkan hak-hak mereka.
سیما، مادر احمد شریف دولتشاهی: باید برای حق خود مبارزه کنیم.
We should fight for our rights: Sima, Ahmad Sharif… https://t.co/Vov8BN7YEQ
— Basir Ahang (@basirahang) July 26, 2016
Kita harus berjuang demi hak-hak kita: Saima, Ahmed Sharif…
Korban demo lain memberi pesan, yang berbunyi sederhana, “Jangan hilangkan kami!”
“Do not exclude us!” Facebook posts have this child listed as one of those killed in the attack. RIP. #enlightenment pic.twitter.com/Lgptqsqbew
— Hector Of Troy (@HektorOfTroy) July 29, 2016
“Jangan meniadakan kami!” Postingan Facebook menunjukkan anak ini sebagai salah seorang dari mereka yang tewas dalam serangan itu. MENINGGAL DUNIA.
Kabul Relief Effort laman Facebook yang mengkoordinasikan semua upaya bantuan bagi para korban serangan itu, baru-baru ini memposting nama dua korban lainnya, Abdullah Frotan dan Qurban, yang kehilangan nyawa mereka di Rumah Sakit NATO.
Sayangnya, kami menerima kabar bahwa Abdullah Frotan dan Qurban Ahmadi, dua korban cedera, telah meninggal di rumah sakit NATO. Abdullah mengalami cedera di kepala dan perut serta Qurban menderita luka di kepalanya. Keduanya semula dirawat di Rumah Sakit Chaharsad Bestar dan kemudian diangkut ke rumah sakit NATO. Abdullah sudah koma sebelum kematiannya, sementara Qurban sempat kembali kesadarannya untuk waktu singkat. Anggota tim kami mencatat bahwa meskipun mendiang mengalami luka parah di kepala mereka, kurangnya peralatan medis yang tepat dan keterlambatan penanganan medis mungkin telah berkontribusi terhadap hilangnya nyawa mereka.
Fatima Ghulami, aktivis hak-hak perempuan dari Bamiyan, memposting foto seorang wanita menangis karena kehilangan orang yang dicintainya sementara foto-foto korban tergantung di dinding.
Afghan woman mourns for losing her loved one in recent Kabul attack. No word can describe the tragedy… pic.twitter.com/XvAHtz0tcv
— Fatima Ghulami (@Fatima__GH) July 31, 2016
Perempuan Afghanistan berduka karena kehilangan seseorang yang dia cintai dalam serangan di Kabul baru-baru ini. Tidak ada kata yang bisa menggambarkan tragedi ini…
Foto-foto korban yang tewas tergantung di dinding kota. Ehsanullah Amiri, seorang reporter Wall Street Journal, mempostingnya:
Kabul streets today. #RIP #enlightenment pic.twitter.com/PcqkIGNVat
— Ehsanullah Amiri (@euamiri) July 29, 2016
Jalanan Kabul hari ini.
Para keluarga yang berduka mencari mayat orang yang mereka cintai di rumah-rumah sakit Kabul. Jasad korban yang tewas dikuburkan di sebelah barat Kabul atau dibawa ke daerah terpencil di mana rumah mereka berada.
Semua ini hanya beberapa di antara para korban serangan Deh Mazang. Korban yang tewas dan jumlah korban luka-luka akibat ledakan itu sementara masih diperbarui pada 7 Agustus.
2 komentar
Saya turut berduka cita
sangat mengerikan ohhh