Lebih dari seribu orang-orang turut serta dalam gerakan Women’s March di berbagai kota-kota di Indonesia, mereka meminta panggilan untuk keadilan dan perlindungan hak perempuan. Gerakan tersebut berlangsung serentakpada 3 Maret, 2018, beberapa hari sebelum Hari Perempuan Internasional pada tanggal 8 Maret.
Women's March memiliki delapan tuntutan yang diajukan kepada pemerintah:
- Menghapus hukum dan kebijakan yang diskriminatif dan melanggengkan kekerasan berbasis gender
- Mengesahkan hukum dan kebijakan yang melindungi perempuan, anak, masyarakat adat, kelompok difabel, kelompok minoritas gender dan seksual dari diskriminasi dan kekerasan berbasis gender
- Menyediakan akses keadilan dan pemulihan terhadap korban kekerasan berbasis gender
- Menghentikan intervensi Negara dan masyarakat terhadap tubuh dan seksualitas warga negara
- Menghapus stigma dan diskriminasi berbasis gender, seksualitas, dan status kesehatan
- Menghapus praktik dan budaya kekerasan berbasis gender di lingkungan hukum, kesehatan, lingkungan hidup, pendidikan, dan pekerjaan
- Menyelesaikan akar kekerasan yaitu pemiskinan perempuan, khususnya perempuan buruh industri, konflik SDA, transpuan, pekerja migran, pekerja seks, dan pekerja domestik
- Mengajak masyarakat untuk berpartisipasi aktif menghapus praktik dan budaya kekerasan berbasis gender di lingkungan hukum, lingkungan hidup, pendidikan dan pekerjaan.
Dari sejumlah isu yang diangkat, diantaranya adalah amandemen yang disetujui terhadap KHUP Indonesia yang hendak mengkriminalisikan kritik terhadap anggota DPR. Para peserta juga mengecam langkah-langkah legislatif yang melarang perzinahan serta berbagi informasi tentang kontrasepsi dan pendidikan seksual.
Mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim moderat yang membanggakan keharmonisan beragam keyakinan. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, para ulama garis keras telah mendorong interpretasi yang ketat terhadap ajaran Islam dan penerapannya dalam banyak aspek pemerintahan.
Indonesia Women's March pertama kali diselenggarakan pada tahun 2017, dan memiliki tujuan untuk memobilisasi orang dari semua lapisan masyarakat untuk mengalahkan pengaruh patriarki pada semua aspek masyarakat. Para peserta menyebutkan konsep kuno yang terus bertahan seperti pemikiran orang Jawa kuno bahwa perempuan hanya baik untuk “macak, masak, manak” (terlihat menarik bagi suaminya, memasak untuk keluarganya, dan melahirkan keturunan).
Para peserta menyerukan persatuan dan dukungan publik untuk hak-hak perempuan dengan menggunakan hashtag #LawanBersama (#FightTogether) di media sosial
Betapa beruntungnya untuk bisa berbaris dengan begitu banyak wanita inspiratif & mengagumkan pagi ini di #womensmarchjkt #LawanBersama #jakarta #intersectionality pic.twitter.com/UA2ap0nsJC
— Victoria Forsgate (@VictoriaFors) March 3, 2018
Di Indonesia, perkawinan di bawah umur masih sering terjadi walaupun sudah ada hukum yang melarang orangtua untuk mengawinkan anak-anak mereka yang berusia kurang dari 18 tahun. Perkawinan dini di Indonesia sering kali tidak dilaporkan. Di Kupang, ibu kota Nusa Tenggara Timur dekat Bali, beberapa anak remaja menyuarakan kekhawatiran dan harapan mereka:
Women's March pada tanggal 3 Maret adalah yang kegiatan pertama dari beberapa kegiatan yang dijadwalkan untuk bulan ini di Indonesia.