Seruan boikot perusahaan kosmetik terkemuka Jepang DHC memasuki bulan ketiga sejak CEO-nya menerbitkan posting blog yang sarat dengan penghinaan anti-Korea di situs web resmi perusahaan pada November 2020. Belum ada permintaan maaf dari perusahaan terkait hal ini.
Kritikus juga menarik perhatian publik pada koneksi DHC dengan kelompok sayap kanan ekstrem Jepang dan upayanya untuk menyebarkan teori konspirasi secara online.
DHC menawarkan berbagai produk perawatan kulit kelas atas yang populer di Jepang dan seluruh dunia serta “suplemen diet” yang konon membantu mempertahankan atau menjaga berat badan.
Pada November 2020, CEO Yoshida Yoshiaki menggambarkan model yang ditampilkan dalam iklan perusahaan saingan Suntory sebagai “chontory” pada sebuah postingan blog di situs web perusahaan. Kata tersebut merupakan sebuah portmanteau, yaitu gabungan kata “chon” (チョン), penghinaan berbahasa Jepang yang merendahkan orang Korea, dengan nama perusahaan Suntory.
Yoshida berujar dalam postingan blognya bahwa DHC adalah perusahaan Jepang “murni”, yang hanya menggunakan bahan-bahan “murni” dan orang Jepang “murni” dalam iklan mereka. Begitulah tanggapan Sang CEO terhadap Suntory yang dinobatkan sebagai top seller suplemen di Jepang saat itu.
Redditor u/isolilili menerjemahkan seluruh kiriman ke dalam bahasa Inggris, termasuk julukan rasis sebagai berikut:
サントリーのCMに起用されているタレントはどういうわけかほぼ全員がコリアン系の日本人です。そのためネットではチョントリーと揶揄されているようです。DHCは起用タレントをはじめ、すべてが純粋な日本企業です。
Hampir semua orang yang dipekerjakan dalam iklan-iklan mereka merupakan penduduk Jepang berdarah Korea saja. Itulah mengapa di internet, mereka disebut “chontory”. Dari selebriti yang kami pekerjakan hingga ke akar-akar perusahaan kami, kami adalah perusahaan Jepang murni.”
Menyusul laporan berita tentang postingan blog tersebut, tagar “Saya tidak akan membeli produk DHC” (#差別をするDHCの商品は買いません) dan #BoycottDHC menjadi tren di Twitter pada pertengahan Desember.
Pada bulan Januari, demonstrasi diselenggarakan di Tokyo untuk meningkatkan kesadaran atas pemboikotan produk-produk DHC.
Jan.24th,2021
at.Shinjuku,Tokyo,Japan#BoycottDHC #DHC불매 @nonewsjyoshi pic.twitter.com/WguxXsMX3Z— さくら? (@Sacklaver) January 24, 2021
#Saya tidak akan membeli produk DHC
Demonstrasi pada 24 Januari 2021
Namun, reaksi keras tidak terbatas pada ujaran CEO pada blog perusahaan tersebut.
Kritikus telah mencatat bahwa banyak tokoh media sayap kanan terkemuka secara teratur muncul di program-program mirip berita oleh DHC yang disiarkan di saluran resminya di YouTube, Daily Motion, dan platform video lainnya. Program tersebut, seperti “News Girls” (ニ ュ ー ス 女子) dan “Toranomon News” (虎 ノ 門 ニ ュ ー ス), biasanya menampilkan sudut pandang ultra-konservatif kelompok sayap kanan ekstrem yang anti-Korea dan anti-Cina.
Para pengamat telah mencatat bahwa program berita Toranomon DHC TV telah memainkan peranan kunci dalam penyebaran konspirasi pro-Trump dan QAnon di Jepang, termasuk teori konspirasi bahwa Joe Biden mencuri suara pemilu Amerika Serikat dari Donald Trump.
Seorang komentator ternama yang juga merupakan pembawa acara reguler di program DHC bernama Hyakuta Naoki telah berulang kali mengatakan kepada 467.000 pengikut Twitternya bahwa Joe Biden “mencuri” pemilu AS tahun 2020. Pada bulan Januari ia juga menyatakan bahwa dia akan berhenti menulis jika Trump bukan lagi presiden.
Bab Okayama dari Counter-Racist Action Collective (C.R.A.C.) Jepang menyoroti hubungan DHC dengan teori-teori konspirasi mirip JAnon dalam seruan pemboikotan produk perusahaan tersebut:
DHCは自身が経営するテレビ番組でアメリカ大統領選挙のデマを拡散し続けています。差別企業のDHCを放置することは、人として許せないし、社会にとって大きなリスクです。日本を陰謀論の溜まり場にするな。#差別をするDHCの商品は買いません #アメリカ大統領選挙デマ拡散企業DHC#boycottdhc #DHC pic.twitter.com/vU2yUSX6Dk
— C.R.A.C. Okayama (@crac_cgk) January 24, 2021
DHC terus menyebarkan hoax tentang pemilihan presiden AS di program siarannya. Sebagai manusia, tak dapat dimaafkan rasanya jika terus mendiamkan DHC melanjutkan perilaku beresiko ini terhadap masyarakat. Jangan jadikan Jepang tempat teori konspirasi berkumpul.
# “Saya tidak akan membeli produk DHC”
# “DHC spreads hoaxes about the US presidential election”
#BoycottDHC
#DHC
Pembiaran Jepang atas kelompok sayap kanan ekstremnya
Kelompok sayap kanan telah lama dimaklumi atau ditoleransi oleh penyiar arus utama di Jepang. Pertunjukan hiburan populer mungkin memakai seragam yang diilhami Nazi, begitupula penyangkal genosida holokaus seperti Takasu Katsuya, seorang ahli bedah kosmetik miliarder ternama, yang secara teratur diundang ke acara prime-time televisi.
Mungkin uang yang menjelaskan kehadiran dan pengaruh pandangan rasis dan sayap kanan pada media arus utama di Jepang. Katsuya yang menyumbangkan pendapatan iklan yang signifikan bagi penyiar di Jepang contohnya.
DHC juga telah menyusup ke media dengan cara ini. Perusahaan ini secara teratur membayar artikel bersponsor dan iklan lainnya di Jepang dan seluruh dunia. Dihadapkan dengan pendapatan iklan yang menurun, media Jepang mungkin terpaksa mengabaikan atau menoleransi konten yang mengandung kebencian.
Pada saat yang sama, ujaran kebencian terhadap etnis Korea merupakan masalah yang telah berlangsung lama dan signifikan di Jepang. Sebuah survei tahun 2017 oleh pemerintah Jepang menemukan bahwa 40 persen penduduk non-Jepang di Jepang telah mengalami ujaran diskriminatif secara online, sementara 20 persen responden survei menahan diri dari penggunaan internet untuk menghindari konten kebencian.
Beberapa perbincangan berfokus pada apakah DHC dapat dituntut atas perkataan yang mendorong kebencian atau tidak karena postingan blognya.
Kepada Tokyo Shimbun, Morooka Yasuko, seorang ahli terkemuka tentang ujaran kebencian di Jepang, menyatakan:
ヘイトスピーチそのものだ。蔑称を用いてコリアンルーツの人を侮辱し、社会から排除することを扇動している。大企業の代表が公式サイト上で文章を公表しており、その扇動の社会的悪影響は大きい。
Ujaran kebencian adalah sebutan yang cocok. Dalam kasus postingan blog DHC, hal ini ditandai dengan penggunaan istilah-istilah merendahkan untuk menghina warisan Korea untuk menghasut orang-orang agar menyisihkan kelompok ini dari masyarakat. Jika perwakilan [seperti CEO DHC Yoshida Yoshiaki] dari perusahaan besar menerbitkan pernyataan seperti itu di situs web resmi, dampak negatif sosial dari bahasa mereka sangatlah signifikan.
Pada Juni 2016, pemerintah pusat Jepang mengeluarkan undang-undang bertujuan untuk menghapus ujaran kebencian secara online. Namun demikian, undang-undang ini melimpahkan tugas memastikan langkah-langkah yang menyasar pada ujaran kebencian pada pemerintah kota. Hal ini berakibat pada peraturan lokal yang seadanya.
Pada tahun 2019, Kawasaki menjadi kota pertama yang memberlakukan peraturan pidana yang menghukum ujaran kebencian dengan denda hingga 500.000 yen (5.000 USD). Hanya saja, DHC berbasis di Tokyo.
Untuk saat ini, kelompok-kelompok aktivis berupaya untuk memboikot DHC dan tidak terbatas oleh konsumen Jepang saja. Pengguna Twitter @yoox5135, dari C.R.A.C. telah berupaya untuk memanggil akun Twitter resmi Peanuts Worldwide LLC region Jepang. Perusahaan Amerika tersebut bermitra dengan DHC untuk menjual pelembab bibir.
@Snoopy @SchulzMuseum Tahukah Anda bahwa direktur utama #DHC, perusahaan kosmetik Jepang yang menjual produk kolaborasi dengan @snoopyjapan, sering menggunakan istilah yang merendahkan bangsa Korea dan ia tidak meminta maaf. Harap jangan mempromosikan rasisme dengan melakukan ini. #BoycottDHC https://t.co/mieQgxX93x
— ゆーすけ (@yoox5135) 7 January 2021
[Terjemahan Tweet terkait] “DHC medicated lip balm” yang terkenal akan dirilis tahun ini dengan brand ternama Snoopy. Ini merupakan sebuah set kosmetik berisi tiga produk yang ceria, moderen, dan chic untuk orang dewasa! Lindungi bibir Anda yang cenderung mengering di musim dingin dan kasar akibat gesekan masker.
Sampai saat artikel ini dipublikasikan, postingan blog Yoshida masih ditayangkan di situs DHC. Sebuah tangkapan layar juga telah diunggah di Imgur. Teks berbahasa Jepang yang asli sudah disimpan dalam postingan blog anonim.