[1]Sativa; Foto karya Dank Depot, CC BY-NC 2.0.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) baru-baru ini menerbitkan izin bagi obat penyakit langka [2] bernama Chrysoeriol, obat bersari pati kanabis yang digunakan untuk mengobati penyakit Leukemia Mieloid Akut, yang dikembangkan oleh ilmuwan Jamaika Dr. Henry Lowe.
Dr. Lowe mendirikan Medicanja Ltd [3] — sebuah perusahaan yang disebut-sebut sebagai “perusahaan medis berbasis kanabis pertama di Jamaika” — tahun 2013. Termasuk dalam dewan pimpinan perusahaan tersebut, dua mantan perdana menteri dan satu mantan gubernur jendral.
Undang-Undang Obat Penyakit Langka Amerika Serikat secara khusus memperkenankan obat atau produk biologi untuk digunakan sebagai bentuk pengobatan penyakit langka serta kondisi tak awam berdasarkan permintaan pendukung-pendukung obat tersebut. Berdasarkan undang-undang tersebut, Dr Lowe berhak memperoleh insentif pengembangan, yang termasuk diantaranya kredit pajak untuk sejumlah tes klinis yang dia laksanakan.
Pasca memaparkan [4] hasil penelitiannya di 2017 Global Health Catalyst Summit [5] yang berlangsung di Sekolah Tinggi Kedokteran Harvard bulan April 2017, Dr. Lowe mengadakan konferensi pers tanggal 12 Juli di resor kebugaran miliknya [6] di Kingston, yang dihadiri oleh Perdana Menteri Andrew Holness dan Menteri Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Dr. Andrew Wheatley.
Sang PM mengucapkan selamat pada Dr. Lowe [7], sembari menyelipkan peringatan [8]yang mengatakan bahwa pemerintah akan memastikan upaya Lowe sejalan dengan standar internasional, “karena kanabis dan (obat-obatan) yang dapat tercipta dari sari patinya masih tidak diakui di banyak negara, bahkan dianggap terlarang di beberapa negara”.
Chrysoeriol dikembangkan oleh perusahaan Flavocure Biotech LLC milik Dr. Lowe yang terletak di Maryland. Dia bersikeras bahwa [9]dia akan melarang perusahaan-perusahaan farmasi raksasa untuk membeli obatnya, yang ditaksir berharga diantara US$15 sampai US$50 juta, jumlah penjualan yang menguntungkan bagi dirinya pribadi.
Alih-alih, dia berharap untuk menghasilnya cukup uang — sebesar AS $3,5 juta tepatnya — untuk melanjutkan riset dan meluncurkan obat miliknya ke pasar bebas dalam kurun waktu dua hingga tiga tahun mendatang. Dia berharap menemukan sponsor lokal untuk dana yang dibutuhkannya, namun bank-bank Jamaika tidak sesuportif seperti yang dia harapkan.
Menteri Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Dr. Andrew Wheatley mendukung pendirian Dr. Lowe, menekankan [10] pentingnya bagi warga Jamaika untuk “memiliki hak atas penelitian sendiri dan bukan sekedar menjadi pengguna atau pemilik tangan kedua”.
Meski demikian, tidak semua warga Jamaika setuju dengan pendekatan ini. Di Facebook, Ronnie Sutherland mengusulkan [11]:
Dr Henry Lowe menerima AS $50 juta dan menggunakannya untuk meneliti jenis obat-obatan lain atau pergi pelesiran ke pantai. Talentamu terletak dalam penelitian. Kamu tidak memiliki modal atau keterampilan untuk memasarkan obat ini. Itulah peran perusahaan-perusahaan farmasi besar yang kau tolak. Sepertinya kau menginginkan segalanya, alih-alih kau akan kehilangan semua yang kau perjuangkan.
Dr. Lowe mengambil kesempatan ini menyerukan peningkatan dukungan finansial [12]bagi penelitian ilmiah di Jamaika, jelasnya jika negara mengendalikan sebagian kecil industri-industri farmasetik dan nutrasetik mancanegara, maka perekonomian negara akan maju. Saat ini Jamaika berkondisi baik berkat pinjaman Precautionary Stand By Arrangement [13], meski demikian Jamaika masih bergelut dengan pertumbuhan rendah [14].
Warga Jamaika memberi respon positif berita adanya anak bangsa yan memberikan kontribusi berarti dalam bidang pemberantasan kanker:
Ahli Relasi Publik Jean Lowrie-Chin dalam pesan Twitternya:
Big news from our brilliant #Jamaican [15] scientist #DrHenryLowe [16]!! Congratulations!! pic.twitter.com/2eQaeFQFCr [17]
— Jean Lowrie-Chin (@souldancing) July 14, 2017 [18]
Kabar besar dari ilmuwan Jamaika nan cemerlang #DrHenryLowe [16]!! Selamat!!
Di sisi lain, kabar ini menimbulkan cibiran betapa negara belum mengambil langkah yang berarti dalam mengatur atau mengambil keuntungan dari mariyuana (yang dikenal di dalam negeri sebagai ganja), baik untuk tujuan penyembuhan atau rekreasi.
Journalis Owen James mencatat:
It has been a long journey for Dr. Lowe. I vividly recall our interview re the attempts to patent another drug and how it faltered.
— Owen James (@owenjamesja) July 15, 2017 [19]
Sebuah perjalanan panjang bai Dr. Lowe. Saya ingat jelas wawancara kamu tentang upaya dan kegagalannya untuk mempatenkan obat lain
Undang-Undang Obat Berbahaya (Amandemen) 2015 [20], yang lebih dikenal dengan Hukum Reformasi Ganja, menciptakan kerangka kerja untuk mendekriminalisasi kepemilikan ganja. Menurut hukum, kepemilikan kurang dari 2 ons ganja kini dianggap sebagai pelanggaran ringan dan tidak lagi masuk kategori kejahatan.
Hukum tersebut [21] juga menciptakan kerangka kerja untuk pengembangan mariyuana medis secara legal, ganja industri (hemp) dan industri nutraseutikal, dan pendirian Otorita Perizinan Kanabis (CLA) yang akan mengawasi implementasi peraturan lisensi, izin dan perizinan budidaya, pemrosesan, distribusi, penjualan dan pengiriman ganja.
Salah satu warga Jamaika merasa bahwa sejumlah politisi enggan memuji Dr. Lowe, karena mereka menghindari topik ini:
Looking out for the politicians who going rally round Henry Lowe and him newly approved ganja based drug
— Dr Aujaé K Dixon (@Aujae_Dixon) July 22, 2017 [22]
The point of my tweet is that they should all shut up about anything Lowe achieves until they start doing something abt ganja. From PM down
— Dr Aujaé K Dixon (@Aujae_Dixon) July 22, 2017 [23]
Perhatikan para politisi yang mendukung Henry Lowe dan temuan barunya yang berbasis ganja. Inti dari twitku adalah bahwa mereka seharusnya tutup mulut tentang keberhasilan Lowe sampai mereka betul-betul melakukan sesuatu soal ganja. Baik dari Perdana Menteri dan urunannya.
Twit ini menunjukan adanya potensi pemasukan baru yang dihasilkan oleh para pengguna ganja non medis di Jamaika:
We're already counting down to the next #CanEx [24] #Jamaica [25] #Business [26] #Conference [27] and #Cannabis [28] #Expo [29]! https://t.co/93eh9uCYKB [30] pic.twitter.com/mCSMdDu1kL [31]
— High Vibes Jamaica (@highvibesja) July 15, 2017 [32]
Kami sudah mulai menghitung mundur ke hari pelaksanaan #CanEx [24] #Jamaica [25] #Business [26] #Conference [27] and #Cannabis [28] #Expo [29] selanjutnya!
Warga Jamaika lainnya berpendapat bahwa negara Jamaika jangan sampai ketinggalan zaman:
https://t.co/1aAV6YyrmW [33] – – – just leaving this here… Wake up
— Delano Seiveright (@DelanoSeiv) July 13, 2017 [34]
Begitu saja. Sadarlah.
Sejumlah warga lainnya amat tidak sabar. Band reggae Jamaika yang pernah masuk nominasi Grammy Raging Fyah, yang tengah melakukan tur di Amerika Serikat, mengumumkan produk mariyuananya yang akan dijual di Kolorado:
Raging Fyah Jamaica's First Band to Enter Multi-Billion Cannabis Industry with Own Strain… https://t.co/pAYk6QVYSM [35] pic.twitter.com/euwIaOpHoN [36]
— The CaribbeanCurrent (@thecaribcurrent) July 21, 2017 [37]
Raging Fyah menjadi band pertama yang masuk dalam industri multi trilyunan Kanabis dengan produk mereka yang dinamai Own Strain.
Meski banyak masyarakat Jamaika yang tidak sabar, pemerintah Jamaika mengambil langkah terukur terhadap bisnis nutraseutikal yang menguntungkan — termasuk menimbang serius obat berbasis mariyuana. Di saat yang bersamaan, Menteri Kesehatan Christopher Tufton mengumumkan [38] bahwa Badan National Anti Narkoba akan meluncurkan program edukasi publik atas bahaya rokok ganja di kalangan remaja.