- Global Voices dalam bahasa Indonesia - https://id.globalvoices.org -

Apakah film favoritmu sarat maskulinitas beracun? Cek ulasannya di Mango Meter

Kategori: Asia Selatan, Asia Timur, Indonesia, Jerman, Film, Media Warga, Teknologi, Women & Gender

Tanggal 16 Februari, 2019, majalah daring feminis Indonesia Magdalene [1] (yang juga mitra Global Voices), meluncurkan Mango Meter, sebuah aplikasi gawai yang khusus dibuat untuk menanggapi representasi gender dalam industri sinema dan perfilman.

Seperti catatan tim Mango Meter,  “seni ketujuh” merupakan salah satu “media paling efektif untuk menebar norma dan prinsip dalam masyarakat,” dan film “seringkali mempertegas stereotipe gender dan ras, merendahkan martabat perempuan, dan mewajarkan kekerasan gender, karena industri perfilman bersikeras bahwa mereka hanya menuruti permintaan pasar.”

mango meter mobile app

Cuplikan gambar aplikasi Mango Meter.

Efek ini semakin mencuat di tahun 2018, ketika sejumlah tuduhan kekerasan seksual atas produser Harvey Weinstein memicu [2] #MeToo [3] dan kemudian Time’s Up [4], sebuah gerakan yang dimulai oleh penulis naskah, produser, dan aktris menanggapi budaya beracun yang ada di Hollywood seperti kekerasan seks, kultur stereotipe dan diskriminasi.

Terinspirasi oleh situs ulasan film terkemuka, Rotten Tomatoes, tim menamai aplikasai gawai ini Mango Meter sebagai tribut atas salah satu buah kesukaan benua Asia. Menurut para penggagas aplikasi, sebuah film feminis yang baik bersifat inklusif dan merangkul perbedaan, memiliki sosok perempuan yang tak semata-mata terikat dengan norma masyarakat seperti pernikahan dan menjadi ibu, dan menampilkan contoh hubungan yang sehat. Sistem ulasan aplikasi ini menilai film dalam skala 1 hingga 5, dimana satu mangga berarti film yang diulas masuk dalam spektrum seksis, dan lima mangga berarti film mengikuti norma-norma feminis.

Aplikasi gawai ini merupakan gagasan sekelompok jurnalis feminis, aktivis, dan cendekiawan dari enam negara Asia, termasuk Pimpinan Editorial Magdalene, Devi Asmarani.

Kepada Global Voices, Devi Asmarani berujar:

Kami lama merundingkan analisis yang tepat dalam sistem ulasan, sebelum akhirnya kami semua menyetujui 11 pernyataan yang mewakili serangkaian kekhawatiran, mulai dari representasi perempuan, kemampuan mereka, konsep kecantikan, seksualitas, hubungan, dan adanya representasi yang adil terhadap kelompok marjinal.

Para penggagas aplikasi Mango Meter. Foto milik Magdalene, digunakan dengan izin.

Ketika ditanya apa yang membuat app ini patut diunduh, para penggagas menjawab:

Mari sampaikan pada indutri perfilman bahwa kita tidak lagi mau membeli tiket film yang memuat pesan misoginis, maupun konten yang tidak peka terhadap gender dan perbedaan. Satu pendapat dapat meyakinkan orang lain yang berpikiran serupa denganmu. Kita berhak penuh untuk menikmati hiburan yang tidak merendahkan harga diri kita, dan terlebih lagi kita berhak menyuarakan suara dan pendapat kita.

Perancangan aplikasi Mango Meter didukung oleh Kantor Friedrich-Ebert-Stiftung (FES) untuk Kerjasama Wilayah Asia. Aplikasi tersedia untuk gawai iOS dan Android [5].