- Global Voices dalam bahasa Indonesia - https://id.globalvoices.org -

Kampanye anti Natal Tiongkok membebani masyarakat yang merayakannya

Kategori: Asia Timur, Cina, Agama, Gagasan, Media Warga, Pemerintahan, Pendidikan, Seni Budaya, Sensor

Tulisan di papan tulis kelas: “Bertindak dan tolak festival ala Barat” dan “Dorong kebudayaan tradisional, tolak festival ala Barat”. Gambar berasal dari Weibo.

Natal mulai dekat namun bukannya bergembira, banyak orang di daratan Tiongkok menunjukkan rasa frustrasi mereka terhadap kampanye ideologi Tiongkok yang menentang Natal sebagai festival ala Barat.

Di tahun 2017, komite pusat Partai Komunis Tiongkok dan dewan negara mengeluarkan dokumen resmi yang berjudul “Anjuran penerapan proyek untuk mendorong dan mengembangkan keunggulan budaya tradisional Tiongkok ” [1]. Dokumen tersebut menguraikan sebuah proyek kebangkitan kebudayaan yang mencantumkan festival khas Tiongkok seperti Tahun Baru Imlek dan Festival Lampion, sebagai adat kebudayaan yang layak untuk dirayakan.

Untuk melaksanakan kebijakan ini, pihak otoritas Tiongkok telah meluncurkan seri kampanye ideologi untuk mengambil tindakan tegas terhadap perayaan non-Tiongkok. Tahun ini, tepat sebelum Natal, pihak otoritas di beberapa kota seperti Langfang, [2] di provinsi Hebei, menyuruh toko-toko untuk mencopot dekorasi Natal di jalanan dan di tampilan jendela.

Komentar-komentar anti festival ala Barat membanjiri media sosial di Tiongkok, membuat perayaan Natal jadi beban bagi mereka yang merasa bahwa mereka harus merahasiakan kebahagiaan mereka.

Tangkapan layar dari umpan berita tentang komentar anti festival ala Barat di Weibo.

Cuplikan gambar berita WeChat [3]dari pengguna Weibo Long Zhigao di Weibo mengungkapkan aspek perdebatannya. Berita utama di umpan tersebut adalah 1. Festival ala Barat mulai datang. Merayakan atau tidak, itu pertanyaannya. 2. Aku orang Tiongkok dan aku tidak merayakan festival ala Barat. 3. Katakan tidak pada perayaan festival ala Barat di kampus. 4. Partai negara telah melarang festival ala Barat. Perayaan festival kini menjadi isu politik.

Selain Natal, daftar festival ala Barat yang masuk dalam daftar antara lain, Hari Valentine, Paskah, dan Halloween. Sebagian besar komentar menetapkan festival ala Barat sebagai “invasi budaya” atau “penghinaan nasional”.

Contohnya, sebuah komentar yang banyak disebar berkata [4]:

如果一个民族的群体热衷于另一个民族的节日,这说明文化入侵已是极其严重了。党员干部如果认识不到这点,那就是丧失政治敏锐性,也失去了先进性。

Jika masyarakat di suatu negara terlalu antusias merayakan festival milik negara lain, itu menunjukkan bahwa negara tersebut mengalami invasi kebudayaan yang sangat serius. Jika anggota partai dan pejabat pemerintah tidak menyadari hal ini, itu berarti secara politis mereka tidak sensitif dan telah kehilangan keprogresifan.

Komentar itu mengacu pada sejarah Aliansi Delapan Negara [5], sebuah koalisi yang dibentuk untuk merespon Pemberontakan Petinju di Tiongkok antara tahun 1899 dan 1901 di mana para petani Tiongkok bangkit melawan orang asing, kolonial, peraturan dan kebudayaan Kristen. Komentar itu lebih lanjut berpendapat bahwa ulang tahun Mao Zedong, pendiri Republik Rakyat Tiongkok, harusnya diperlakukan sebagai hari Natal Tiongkok:

中国人民共和国第一任主席毛泽东,是他拯救人民与水火之中,我们应该将他的诞辰定为中国的圣诞节,拒绝洋节,从自己做起!

Pimpinan pertama Republik Tiongkok Mao Zedong telah menolong rakyat dari kesengsaraan. Kita seharusnya menjadikan ulang tahunnya sebagai hari Natal Tiongkok. Bertindaklah dan tolak festival ala Barat.

Tapi banyak pengguna Weibo merasa jika argumen ini tidak logis. Satu komentar berkata:

洋人过春节,中国人自豪,叫传统文化振兴……
中国人过个洋节,怎么又叫外来文化入侵了呢?
年轻过个洋节,只是图个热闹,又拉动消费,哪里不好?
有些人,把过个圣诞节和160年前的民族耻辱又扯上了,何必呢? ​

Ketika orang Barat merayakan Tahun Baru Imlek, orang Tiongkok sangat bangga dan melihat fenomena tersebut sebagai kebangkitan kebudayaan tradisional Tiongkok … Ketika orang Tiongkok merayakan festival ala Barat, apa gunanya menamai itu sebagai invansi kebudayaan? Anak muda merayakan festival ala Barat untuk kesenangan dan kegembiraan. Festival-festival itu bisa meningkatkan konsumsi, apa yang salah dengan itu?
Beberapa orang berusaha menarik hubungan antara merayakan Natal dengan penghinaan nasional yang terjadi 160 tahun yang lalu. Untuk apa?

Tekanan sosial, sensor diri

Banjirnya komentar anti Natal di media sosial membangkitkan tekanan kepada beberapa pengguna media sosial untuk menyensor diri. Seorang pengguna Weibo menunjukkan rasa frustasi [6]:

快圣诞了,朋友圈里的洋节反对派和反反对派又开始刚上了。爱过过不爱过拉倒呗,没必要非逼着别人认同自己的看法,所有人都站一边不挤啊?真要都站一边了,本来站在中间的我们为了保持平衡就只能站到另一边去了。

Natal mulai dekat. Di lingkaran pertemananku, kampanye anti festival ala Barat dan kampanye anti-anti festival ala Barat diperdebatkan. Apakah seseorang suka merayakan atau tidak bukan urusan orang lain, kenapa orang harus memaksa orang lain untuk setuju dengan pandangan mereka? Tiap orang berdiri di satu sisi itu sangat sumpek. Bagi kita yang berada di tengah-tengah, demi menciptakan keseimbangan, kita harus berdiri di kedua sisi.

Pengumuman sekolah menentang perayaan festival ala Barat di kampus.

Tekanan melampaui mimbar sosial media, meluas ke institusi-institusi seperti sekolah dan perusahaan.

Beberapa pengguna Weibo membagikan pengumuman sekolah yang dibagikan ke para siswa. Salah satu pengumuman (kanan) mengacu pada mandat “Anjuran” dan mendesak para guru dan siswa untuk menolak perayaan bergaya Barat.

Anjuran tersebut juga menuntut para siswa agar menyebarkan pesan anti Barat kepada teman dan anggota keluarga di Wechat serta aplikasi olahpesan seluler lainnya.

Seorang ibu terkejut mengetahui anaknya menolak tawaran kado Natal darinya. Dia menulis di Weibo:

?:宝宝,你想要什么?圣诞礼物?
?:我不过洋节,因为圣诞节不是我们中国人自己的节日!

好吧,
果然是党和人民的好宝宝

Ibu: Sayang, kau mau kado Natal apa?
Anak: Aku tidak akan merayakan festival ala Barat Natal bukan festival milik orang Tiongkok.
OKE, kau jelas anak Partai dan Rakyat yang patuh.

Namun, siswa SMA dan universitas lebih kritis. Seorang siswa mempertanyakan kebijakan sekolah di Weibo:

学校范围内不让出现一切和Christmas有关的东西,不能互赠礼物,不能有装饰物,不让过所谓的“洋节”,这到底是要弘扬传统文化,还是对自己文化的一种不自信

Sekolah telah melarang dekorasi Natal di kampus dan melarang siswa untuk bertukar kado sebagai kampanye menentang festival ala Barat. Apakah semua tindakan ini untuk meningkatkan dan mempromosikan kebudayaan Tiongkok atau tanda hilangnya rasa percaya diri pada kebudayaan sendiri?

Beberapa orang memilih untuk merayakan festival tersebut secara rahasia. Seorang pengguna Weibo berkata:

公司不让过“洋节”,人事小姐姐提前偷偷给发的平安果。预祝平平安安。

Perusahaan melarang perayaan festival ala Barat. Tapi sekertaris di departemen personalia memberikan apel Natal [kado umum saat Natal] pada para staf secara diam-diam. Mari berharap untuk kedamaian.

Pengguna Weibo lainnya menunjukkan pandangannya dengan sebuah harapan Natal:

圣诞快乐!上帝我爱你!请圣诞老人给我一只大大的袜子,里面装着自由。

Selamat Natal! Aku cinta kau Tuhan! Sinterklas, tolong beri aku kaus kaki besar yang berisi kebebasan.