- Global Voices dalam bahasa Indonesia - https://id.globalvoices.org -

Para Penentang Trump Dapat Mempelajari Beberapa Hal Ini dari Amerika Latin

Kategori: Amerika Utara, Latin America, Amerika Serikat, Argentina, Chili, Media Warga, Politik, Protes, Sejarah, The Bridge
[1]

Foto: Emergentes. Digunakan dengan izin.

Artikel ini ditulis oleh Jeff Abott [2] dan pertama kali dimuat dalam Waging No Violence [3] di bawah lisensi Creative Commons Attribution 4.0 International [4].

Sulit untuk mengabaikan tendensi-tendensi otoritatif yang telah dipamerkan oleh Donald Trump dalam 100 harinya sebagai Presiden Amerika Serikat. Tendensi-tendensi ini memunculkan perbandingan antara dia dengan gambaran khas diktator Amerika Latin, lebih tepatnya, dengan seorang caudillo—atau pemimpin bertangan besi—oleh para pakar diseluruh penjuru Amerika Latin. Mulai dari selera Trump dalam hal dekorasi, [5]cek cok dengan media massa, hingga apa yang disebut para kritikus sebagai serangan fundamental atas hak asasi manusia, kesamaan-kesamaannya sulit untuk dipertandingkan.

Tetangga-tetangga Amerika Serikat di Selatan memiliki sejarah panjang dalam menolak rezim otoriter dan fasis, yang seringkali didukung oleh pemerintah Amerika Serikat. Mereka dapat bertahan hidup di bawah situasi sulit dan berkat gerakan-gerakan sosial, mampu memajukan kawasan tersebut  menjadi  lebih progresif. Setelah melalui beberapa dekade masa-masa perlawanan, berikut empat pelajaran dari pergerakan di Amerika Latin yang dapat diambil oleh mereka yang berada di Amerika Serikat dalam mengorganisir perlawanan terhadap pemimpin otoriter mereka.

1. Bela jasa publik

Saat ini, sebagaimana kita ketahui bahwa Trump dan Menteri Pendidikan Betsy DeVos bergerak untuk menggerogoti sistem pendidikan publik di AS dan menerapkan paksa model pendidikan neoliberal, mobilisasi massa di Chili atas kediktatoran, yang ironisnya didukung oleh Amerika Serikat, menawarkan panduan untuk mempertahankan jasa publik di Amerika Serikat.

Di tahun 1973, CIA menyokong kudeta yang dipimpin oleh Jenderal Augusto Pinochet terhadap presiden Chili yang terpilih secara demokratis, Salvador Allende. Pasca kudeta tersebut,  murid-murid ekonom Milton Friedman dari University of Chicago yang bergabung dalam rezim Pinochet mulai mengimplementasikan reformasi ekonomi neoliberal pertama, yakni memprivatisasi institusi publik seperti pendidikan, kesehatan, dan pengelolaan dana pensiun.

María Loreto Muñoz Villa baru berumur satu tahun ketika Pinochet merebut kekuasaan. Di umur 13 tahun, ia menjadi ketua kelas, dan pada akhirnya ikut berpartisipasi dalam pergerakan pelajar di tahun 1990-an. Saat ini, ia terus bekerja untuk menentang neoliberalisme di Chili.

“Neoliberalisme menciptakan ilusi kesejahteraan yang sebenarnya tidak ada. Di Chili, hutang dan jam kerja panjang mendorong masyarakat untuk bergerak,” ujar Muñoz Villa. Meskipun demikian, berat bagi masyarakat untuk “memobilisir diri karena hutang, karena jika mereka berhenti bekerja, mereka tidak dapat membayar hutang mereka. Sejak tahun 2000, gerakan tersebut telah bekerja bersama masyarakat untuk melihat hal ini sebagai produk politik neoliberal.”

Reformasi neoliberal Pinochet membuat oposisi mengorganisir diri dengan slogan-slogan tertentu, misalnya pendidikan gratis [6]. Di tahun 2011, belasan ribu pelajar turun ke jalanan menuntut sekolah negeri gratis. Pergerakan tersebut menentang privatisasi sistem pendidikan yang dibangun oleh rezim Pinochet yang menafikkan sistem pendidikan berkualitas tinggi dengan biaya yang terjangkau bagi mayoritas warga Chili.

Pergerakan pelajar di Chili tersebut telah membuahkan hasil yang konkrit bagi sistem pendidikan di Chili. Pada tahun 2013, sosialis Michelle Bachelet, memenangkan pemilu presiden dan mengeluarkan program pendidikan tinggi gratis untuk setengah dari poplasi warga negara termiskin, ia mendanai program tersebut dengan pajak perusahaan sebesar 25 persen.

Dihadapkan pada meningkatnya kemiskinan, para purnakaryawan dan aktivis-aktivis dari berbagai komunitas pun memulai mengorganisir diri di era Pemerintahan Bachelet untuk menuntut penghentian sistem pengelolaan dana pensiun swasta era Pinochet, dengan argumentasi bahwa sistem tersebut memberikan sedikit manfaat untuk para pensiunan, sedangkan perusahaan-perusahaan yang mengelola dana pensiun tersebut mendapatkan profit yang amat besar. Protes besar-besaran yang diikuti oleh ratusan ribu masyarakat yang tumpah-ruah di jalanan mendorong pemerintah Bachelet untuk baru-baru ini mengumumkan [7] bahwa pihaknya akan merombak sistem pengelolaan dana pensiun.

Kampanye-kampanye dan pergerakan-pergerakan ini tumbuh dari pemahaman bersama bahwa neoliberalisme merupakan akar dari ketimpangan sosial di Chili. Menurut Muñoz Villa, kebangkitan Trump membuat masyarakat harus mengorganisasi diri dan kelompok guna melawan, baik melawan kebijakan-kebijakan Trump yang jelas-jelas represif, serta melawan dampak-dampak sosial dari neoliberalisme.

Usaha-usaha untuk mempertahankan jasa-jasa publik seperti pendidikan telah ada dan tumbuh mapan di Amerika Serikat. Guru-guru dari Serikat Guru di Chicago saat ini telah memimpin demonstrasi untuk melindungi sistem pendidikan publik, dan pergerakan mereka telah tumbuh jauh lebih kuat, hal ini salah satunya berkat koneksi mereka dengan guru-guru [8] di Meksiko dan Amerika Selatan. Namun, hubungan ini masih harus diperkuat dan masih perlu disebarkan ke seantero AS, terutama pada saat-saat sekarang ini ketika perjuangan untuk memertahankan jasa-jasa publik semakin memanas terutama di bulan-bulan ke depan.

2. Bangun otonomi wilayah

Sejarah perebutan lahan-lahan dan tanah adat di Amerika Serikat terus berlanjut hingga abad ke-21 [9]. Hanya dalam beberapa minggu pertama pemerintahannya, Trump secara sistematis membongkar peraturan perundang-undangan yang melindungi lingkungan hidup dari industri-industri ekstraktif. Dia pun secara berulang kali telah menyatakan keinginannya untuk memperluas aktivitas penambangan [10], jaringan pipa [11], dan energi hidro [12], yang akan terus mengancam tanah-tanah adat. Serangan-serangan pada kawasan adat di AS mencerminkan tren serupa di Amerika Latin, dimana komunitas-komunitas adat telah menghabiskan tidak kurang dari 30 tahun terakhir membangun pergerakan di sepanjang belahan bumi yang mereka duduki untuk mempertahankan lahan-lahan mereka dari ekspansi berbagai megaproyek.

Komunitas-komunitas adat ini diberdayakan melalui kesepakatan-kesepakatan internasional tentang hak-hak masyarakat adat dan penganut kesukuan tertentu, misalnya Konvensi Organisasi Buruh Internasional (ILO) 169, juga Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2007 tentang Hak-hak Masyarakat Adat. Kesepakatan-kesepakatan ini sukses menggalang perlawanan masyarakat adat terhadap perluasan industri ekstraktif.

Perjuangan memertahankan wilayah pun telah menghasilkan sarana-sarana kekuatan komunal baru dan memicu perubahan-perubahan sosial yang besar. Kelompok-kelompok di Amerika Selatan, seperti contoh Landless Workers Movement di Brazil, bekerja untuk menciptakan bentuk edukasi otonom horizontal di dalam ruang-ruang kelas komunitas-komunitas mereka. Pergerakan lain, misalnya Zapatistas di Meksiko, menggunakan otonomi daerahnya untuk membentuk sistem pendidikan otonom, berikut dengan sistem kesehatan yang menggabungkan praktik pengobatan leluhur dengan obat-obat modern.

Pergerakan Standing Rock dimulai dengan menjembatani berbagai komunitas. Pada puncak perkemahan mereka, para pemimpin adat dari negara-negara seperti Guatemala [13] dan Meksiko datang ke Dakota Selatan berbagi pengalaman dan pelajaran dari gerakan mereka masing-masing. Pemimpin-pemimpin adat tersebut menekankan bahwa komunitas-komunitas di AS dan sepanjang Amerika Latin berbagi perjuangan dan musuh yang sama. Saat ini, meskipun kamp-kamp tersebut telah dihancurkan pada bulan Februari silam, dasar untuk mempertahankan dan melindungi tanah adat secara berkelanjutan telah berada di tempatnya.

3. Bangun sarana baru kelembagaan buruh

Politik telah mengecewakan kaum pekerja di Amerika Serikat. Meski Trump mendapatkan dukungan dari kaum buruh, penunjukkan Trump sendiri memiliki berakibat bencana bagi kaum pekerja dan buruh. Serangan Trump terhadap serikat buruh antara lain dengan mencalonkan pengacara anti serikat buruh untuk duduk dalam Dewan Hubungan Perburuhan Nasional (National Labor Relations Board) [14], serta mengedepankan sejumlah kandidat anti serikat buruh sebagai Menteri Tenaga Kerja. Saat neoliberalisme terus menerus menyerang kaum buruh, pengalaman-pengalaman dari Amerika Selatan juga berguna bagi penyelenggara di AS tentang cara mengelola diri dan kelompok di tempat kerja pada masa krisis.

Krisis ekonomi tahun 2001 di Argentina yang membuat jutaan orang kehilangan pekerjaan mereka dan berujung pada hancurnya jasa-jasa keuangan memicu piquetero, atau demonstrasi dengan menempatkan demonstran di titik-titik tertentu (picketing). Mobilisasi massa ini di dalamnya termasuk pekerja-pekerja pengangguran miskin dengan jumlah besar yang menuntut untuk mendapatkan sumber penghidupan yang berkelanjutan. Mereka (pemerintah Argentina) dipaksa untuk menciptakan alternatif-alternatif sistem kapitalis neoliberal.

Para demonstran mengadopsi [15] slogan “Que se vayan todos,” atau “Mereka semua harus pergi,” mereka berusaha untuk mengganti sistem politik korup yang berujung pada krisis tahun 2001. Hanya dalam waktu dua minggu, empat presiden dipaksa untuk mundur akibat demo besar-besaran. Lebih lanjut, pergerakan ini berkontribusi pada munculnya demokrasi langsung di jalanan. Dimana  warga bekerja satu dengan lainnya dalam menyelesaikan permasalahan di wilayah mereka masing-masing.

“Pergerakan piquetero tak hanya menolak politik neoliberal, melainkan juga menghasilkan usaha-usaha produktif,” ujar Raul Zibechi, seorang jurnalis asal Uruguay sekaligus penulis dan analis pergerakan sosial. “Mereka mengakhiri dependensinya kepada negara, dan memulai bergerak pada otonomi—bukan otonomi ideologi, melainkan otonomi praktis.”

Para pekerja mengambil kembali tempat kerja mereka yang bangkrut. Pasca krisis, kaum buruh dan pekerja membentuk lebih dari 180 koperasi. Di tahun 2014, angka ini mencapai hingga sejumlah 311 bisnis [16] yang memperkerjakan 13.462 orang.

Kebangkitan pergerakan ini pada akhirnya membantu Néstor Carlos Kirchner memenangkan kursi presiden, walaupun tipis, di bulan Mei 2003. Langkah pertama yang diambil rezim pemerintahannya adalah menegosiasi ulang utang-utang negara, memutuskan hubungan negara dengan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia (World Bank).

4. Bergeraklah di luar jalur politik

Sejarah Argentina juga dapat menjadi peringatan bagi orang Amerika yang terpaku hanya pada memenangkan pertempuran elektoral, tanpa juga membangun bentuk kekuatan alternatif selain negara. Zibechi berpendapat bahwa kebangkitan Kirchner mengarah pada penurunan aksi piquetero dan merupakan contoh bagaimana pergerakan bisa ditunggangi oleh politisi yang mencari jalan meraih kekuasaan dengan cara apapun.

“Kebijakan Kirchner secara bersamaan terdiri dari pemberlakuan strategi-strategi untuk mengintegrasikan, mengkooptasi, dan mendisiplinkan organisasi piquetero,sebagaimana ditulis oleh sosiologis Maristella Svampa [17].

Kirchner angkat bicara menentang protes-protes rakyat, menegaskan bahwa piqueteros harus menggunakan sarana-sarana demokratis tradisional, seperti jajak pendapat, dibandingkan memblokir jalan dan menduduki tempat-tempat tertentu (picketing). Lebih lanjut, banyak pemilih-pemilih kelas menengah, yang terdiri dari banyak rukun-rukun tetangga, termakan oleh kampanye Kirchner. Mereka memercayai bahwa rezim ini merupakan rezim anti neoliberal. Meskipun demikian, pemerintahannya tidak pernah bergerak mencari alternatif-alternatif sosial dan ekonomi.

Kegagalan dari pemerintahan berikutnya yang dipimpin oleh Cristina Fernández de Kirchner untuk mentransformasi situasi politik menyebabkan kembalinya pengaruh neoliberal di Argentina [18], dengan terpilihnya politisi sayap kanan Mauricio Macri di tahun 2015.

Pembelajaran inti dari pergerakan piquetero di Argentina dan pergerakan-pergerakan lain melawan neoliberalisme di Chili adalah bahwa mencari sarana untuk membentuk hubungan sosial baru di luar agenda neoliberalisme dan struktur politik tradisional merupakan kebutuhan untuk mereka yang mengorganisir diri melawan Trump. Solusi-solusi lokal yang telah dipaparkan dapat membantu komunitas-komunitas untuk membangun pergerakan yang berkelanjutan untuk melawan kebijakan-kebijakan kolot oleh berbagai pemerintahan.