- Global Voices dalam bahasa Indonesia - https://id.globalvoices.org -

Pedas, Lezat dan Tidak Murah: Larangan Impor Cabai Menaikkan Biaya Makanan Nasional Bhutan

Kategori: Asia Selatan, Bhutan, Ekonomi & Bisnis, Hubungan Internasional, Media Warga, Seni Budaya
Chili harvest in Bhutan. Image from Flickr by Thomas Wanhoff. CC BY-SA [1]

Panen cabai di Bhutan. Foto Flickr oleh Thomas Wanhoff. CC BY-SA

Di Bhutan, cabai lebih dianggap sebagai sayur daripada sebagai bumbu. Makanan nasional Bhutan adalah Ema Datshi [2], yaitu kari yang terbuat dari cabai pedas dan keju. Bukan misteri [3] mengapa Bhutan menjadikan cabai sebagai bagian penting dari masakannya: Bhutan adalah daerah dingin, dan makanan pedas adalah cara yang lezat untuk menghangatkan badan. Namun, baru-baru ini, larangan impor cabai yang kontroversial telah melambungkan harga makanan pokok ini.

Di Bhutan, negara yang terisolir di pegunungan Himalaya, cabai dianggap sesuatu yang istimewa — cabai adalah pola hidup. Melalui internet, Kinley Tshering [4] menjelaskan obsesi kuat ini:

Sulit dibayangkan kalau masakan Bhutan tanpa cabai. Warga Bhutan menikmati cabai, baik itu mentah atau dimasak, dicincang atau dipanggang, segar atau kering, dan masakan Bhutan belum lengkap tanpa cabai. Cabai bukan sekadar sayuran – atau buah secara ilmiah – yang kita makan sehari-hari; cabai adalah bagian utuh dari kebudayaan dan hidup kami.

Ema Datshi – makanan nasional #Bhutan [5] dibuat dari kentang, cabai & keju, dicicipi bersama nasi. #ComfortFood [6]

Karena alasan ini, pengadaan cabai sangat penting. Cabai tidak tumbuh pada seluruh wilayah di Bhutan, terutama karena iklim di negara ini. Sebagai negara yang terisolir, Bhutan bergantung pada impor berkala dari negara tetangganya, India, terutama varietas cabai kecil dan pedas yang sulit dibudidayakan di Bhutan.

Pada bulan Juli 2016, Badan Pengawas Pertanian dan Makanan Bhutan menetapkan [9] larangan sementara untuk impor cabai dari India, menyatakan bahwa pestisida ditemukan pada beberapa pengiriman impor [10] dari India. Bhutan mengatur penggunaan pestisida karena berencana menjadi negara produsen 100 persen organik [11] pada tahun 2020.

Di Facebook, Dorji Wangchuk [12] menyambut larangan impor ini:

Ini adalah kesempatan yang baik bagi petani Bhutan untuk memproduksi lebih banyak cabai dan memasarkannya.

Sayangnya, ada satu dampak yang tidak diinginkan dari peraturan baru ini yaitu meningkatnya harga [13] cabai hijau kecil yang  segar dan lebih pedas di seluruh negeri. Penurunan produksi cabai dalam negeri karena musim hujan yang lebat semakin memperburuk kondisi pasar. Di musim dingin ini, harga cabai meningkat dua kali lebih tinggi [14] dibandingkan pra pemberlakuan larangan impor. Waktunya juga buruk: dua pertiga dari cabai impor Bhutan  — yaitu hampir 2,3 metrik ton — dijual di musim dingin.

MeBhutan [15], sebuah komunitas di Facebook, berkomentar:

Makanan nasional Ema Datsi hanya akan terus menjadi mimpi, jika harga cabai terus merangkak naik.

Sementara itu, seorang pengguna Facebook Desup Nim Dorji [16], membagikan video yang menjelaskan beberapa masalah pada sayur-sayuran impor dari India, menulis:

Kemarahan dan kekecewaan terhadap harga cabai telah meluas. Saya heran mengapa masyarakat tidak belajar untuk melihat sisi lain dari impor cabai yang kita konsumsi.

Sebagai upaya untuk menormalkan situasi, pemerintah Bhutan mulai [17] mengimpor cabai bebas pestisida dari India.

Inside Bhutan, a guide on Bhutan [18], menulis di Facebook:

Mengimpor CABAI dengan menggunakan pesawat sewaan merupakan TAK LEBIH dari kegagalan Kementerian Pertanian (dan Kehutanan)!

Ahli pertanian dan penyuluh pertanian (di Gewogs) seharusnya telah bekerjasama dengan para petani dan membudidayakan ‘cabai musim dingin’ daripada hanya menonton darurat impor cabai Bhutan melalui televisi. Ini adalah kesempatan yang baik untuk mendorong pertanian musim dingin dan menggalakkan pertanian organik di Bhutan.

Sementara itu, seorang narablog bernama Yeshey Dorji [19], menulis:

Pertanyaannya adalah: dengan tersedianya pasar tertutup yang besar ini, mengapa warga Bhutan tidak menanam cabai lebih banyak?