Keluarga di Sri Lanka Melawan Tentara yang Merebut Rumah Mereka

IDPs di Sri Lanka Utara membawa kepunyaan mereka. Gambar dari Flickr oleh trokilinochchi. CC 2.0

Artikel ini ditulis oleh Raisa Wickrematunge, yang diteribitkan di Groundviews, situs jurnalisme di Sri Lanka yang memenangkan penghargaan. Versi ini sudah diedit dan diterbitkan ulang sebagai kesepakatan berbagi konten.

9 Februari, demonstrasi di Keppapulavu memasuki hari kesepuluh, sebuah desa di Mullaitivu yang terletak di timur laut Provinsi Utara, Sri Lanka, dimana penduduknya menuntut pengembalian tanah mereka. Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe bermusyawarah dengan perwakilan demonstran, akan tetapi perjuangan atas pengembalian tanah mereka sudah berlangsung bertahun-tahun.

Perang saudara telah berakhir tujuh tahun lalu. Tetapi, lebih dari 200.000 tentara yang ditempatkan di bagian utara Sri Lanka yang penduduknya mayoritas Tamil. Mereka menempati banyak lahan penduduk yang dirampas pada masa perang, dengan alasan keamanan nasional.

Belasan keluarga di desa Pilavukkudiyiruppu, wilayah Keppapulavu, Mullaitivu, telah berdemo di depan markas angkatan udara, menuntut pengembalian tanah mereka yang berukuran 10 hektar, yang masih diduduki personel militer. Merek sudah menanti pengembalian lahan mereka sejak akhir perang di tahun 2009.

Para penduduk Keppapulavu yang tergusur diintimidasi agar tidak berdemo, terutama pada masa kunjungan Presiden Maithripala Sirisena.

Presiden Sirisena batal Mullaitivu dengan alasan cuaca buruk, akan tetapi upacara diadakan untuk mentransfer beberapa tanah. Para pengungsi mengatakan bahwa tanah yang diberikan tidak sama dengan tanah yang mereka huni sebelumnya.

Para penduduk tetap menuntut hak menetap kembali di tanah milik mereka. Para penduduk desa awalnya menggelar protes pada 25 Januari.

Pada Januari 31, para penduduk terus berdemo hingga malam.

Militer dilaporkan mencoba untuk menekan para demonstran agar berhenti berdemo.

Menjelang demo, politisi lokal dan desa-desa tetangga menyatakan solidaritas.

Beberapa menjuluki Hari Kemerdekaan Sri Lanka “Black Day” (Hari Kelam):

Para bocah di Keppapulavu juga turut berdemo.

Demonstrasi terus berlanjut, dan banyak media turut meliputi.

Aktivis dari bagian selatan di negara itu juga berdatagan, dengan semangat solidaritas.

Selama sembilan hari, tidak ada respon resmi pemerintah, selain politikus lokal seperti Ketua Menteri Wigneswaran dan Mullaitivu GA yang mengunjungi demonstran dan menyatakan dukungan.

Akhirnya kepala TNA MP M A Sumanthiran mengangkat perihal tersebut di parlemen.

Setelah pidato Sumanthiran ini, Menteri Negara Pertahanan Ruwan Wijewardene berkomitmen untuk bertemu dengan demonstran dan membahas masalah tersebut

Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe kemudian bertemu dengan perwakilan dari Keppapulavu pada 9 Februari.

Sementara pihak militer telah meminta keluarga pengungsi untuk memberikan salinan akta tanah mereka, ini menjadi masalah bagi mereka yang tidak memiliki dokumen-dokumen tersebut.

UPDATE: Setelah pertemuan dengan keluarga, Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe dilaporkan untuk meminta militer untuk memindakan kamp mereka. Warga Keppapuvalu menyambut baik keputusan itu, namun mengatakan bahwa mereka akan terus memprotes sampai tanah mereka dikembalikan.

Mulai Percakapan

Relawan, harap log masuk »

Petunjuk Baku

  • Seluruh komen terlebih dahulu ditelaah. Mohon tidak mengirim komentar lebih dari satu kali untuk menghindari diblok sebagai spam.
  • Harap hormati pengguna lain. Komentar yang tidak menunjukan tenggang rasa, menyinggung isu SARA, maupun dimaksudkan untuk menyerang pengguna lain akan ditolak.