- Global Voices dalam bahasa Indonesia - https://id.globalvoices.org -

Dana Nasional Yahudi dan Perannya Dalam Politik Israel-Palestina

Kategori: Timur Tengah dan Afrika Utara, Israel, Palestina, Hak Asasi Manusia, Media Warga

Kotak biru yang digunakan pengumpulan dana amal JNF di seluruh dunia. Foto oleh: Alan English, izin CC. [1]

Tanggal 18 Januari 2017, Satuan Kepolisian Khusus Israel yang disebut Satuan Yoav, yang khusus didirikan [2] tahun 2012 untuk melaksanakan tugas-tugas yang berkaitan dengan “relokalisasi hunian Beduin,” bentrok dengan para penghuni dan aktivis [3] ketika mereka mencoba menggusur desa Beduin Umm el-Hiran di wilayah Negev.

Evakuasi dan perusakan subuh ini melibatkan kekerasan fisik berlebih, granat kejut, semprotan lada, serta peluru karet dan tajam. Akibat dari bentrok parah ini, salah seorang penghuni sekaligus guru sekolah komunitas Yaqub Abu Qi'an dan petugas polisi Erez Levy terbunuh [4].

Konflik tersebut tidak berawal maupun berakhir dengan penggusuran dan pertumpahan darah. Komunitas Beduin ini telah mengalami penggusuran paksa sebelumnya dari Khirbet Zubaleh pada tahun 1948 [5] menyusul pendirian negara Israel, peristiwa yang dinamai oleh warga Palestina sebagai “Nakba” (malapetaka dalam bahasa Arab), kala itu 700.000 warga Palestina [6] diusir dari rumah-rumah mereka.

Dengan adanya sejarah “malapetaka” di daerah tersebut, media secar berkala mencari-cari kesalahan kebijakan pemerintah Israel, namun para jurnalis jarang sekali menyoroti Keren Kayemeth LeIsrael Jewish National Fund (KKL-JNF) [7], yang lebih dikenal dengan better known as the JNF.

Apa itu JNF?

Menurut “Nakba Files,” [8] sebuah proyek gabungan diluncurkan oleh  Adalah [9], Pusat Hukum Hak Arab Minoritas di Israel (sebuah LSM dengan kepemimpinan Palestina dan bermarkas di Haifa), dan Pusat Studi Palestina di Universitas Columbia [10]:

The JNF merupakan jaringan amal Zionis mancanegara yang ditujukan untuk pembelian dan membentuk lahan tinggal atas nama Israel. Cabang JNF Israel merupakan organisasi yang terkait dengan negara yang memiliki status khusus pengelolaan lahan yang dilindungi oleh hukum israel.

Sebagai salah satu badan inti yang mendesain kelanjutan demografis Yahudi mayoritas demi kekokohan negara Yahudi, akar JNF dapat ditelusuri hingga Konferensi Organisasi Zionis Dunia tahun 1901 [11], yang merencanakan adanya dana khusus untuk membeli dan mengalihkan lahan di Palestina bagi warga Yahudi. Ambisi ini terwujud enam tahun kemudian melalui pendirian [12] JNF menjadi badan usaha di Inggris. Setelah memperoleh cstatus kelembagaan untuk menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan Israel [12] di tahun 1953, badan ini berhasil memperoleh sejumlah lahan Palestina dari Knesset (Parlemen) Israel.

Saat ini JNF memiliki akses langsung atas kurang lebih 13% lahan pra-1967 [8], sebagian besar di Negev dan Galilea, yang kemudian mentransfer lahan urban ke negara guna memprivatisasi mereka. Selanjutnya, melalui Administrasi Pertanahan Israel (ILA) mengelola 93% lahan israel, the JNF memiliki pengaruh kuat atas program dan ketentuan ILA  [8] sebab 6 dari 14 anggota (43%) JNF menduduki posisi di badan pengawas ILA.

Dengan kata lain, seperti dijelaskan Nakba Files:

JNF menyerahkan pengelolaan lahan miliknya ke tangan pemerintah, dengan imbalan hak mayoritas pengambilan keputusan atas seluruh lahan yang dimiliki negara. Sebuah petisi baru-baru ini diterbitkan oleh Adalah dan mitra-mitranya mempertanyakan konstitusionalitas kesepakatan ini.

Peran JNF dalam Dewan ILA memberikannya pengaruh luar biasa dalam hal alokasi dan penggunaan lahan. Israel memiliki proporsi lahan negara terbesar di dunia; sebagian besar lahan milik mereka berstatus sewa jangka panjang.Sejumlah besar lahan diambil alih dari warga Palestina — pencari suaka peristiwa Nakba 1948 Nakba, dan warga Palestina yang tergusur dari rumah-rumah mereka namun menjadi warga negara Israel [13].

Dalam film “Junction48 [14] tahun 2016 yang disutradarai sutradara dwikewarganegaraan Israel-AS Udi Aloni [15], salah seorang pengacara  Adalah memaparkan [16] peran JNF dalam penggusuran keluarga-keluarga Palestina dari lahan mereka:

Film karya sutradari Udi Aloni, Junction 48, menampilkan pengacara Adalah yang memaparkan peran JNF menggusur keluarga Palestina dari lahan-lahan mereka.

Tentu saja, diatas puing dan debu Umm al-Hiran, lapisan bata dan mortar baru yang didanai JNF akan berdiri di kota “Hiran” bagi penghuni Yahudi [19].

Menanggapi hal ini, wakil editor dan narablog 972mag, Edo Konrad menulis twit  berikut [20]:

Ketika orang mengatakan bahwa istilah “pemusnahan etnis” menyinggung mereka, ceritakan pada mereka tentang Umm al-Hiran. Katakan pada mereka, hal seperti itu masih terjadi ditahun 2017.

Desa tetangga Hira, yaitu Atir menghadapi nasib serupa [21], reruntuhannya akan dibersihkan agar hutan Yatir yang didanai JNF dapat berdiri.

Satu ketika, warga Beduin Palestina terusir dari rumah-rumah mereka, mereka akan dikucilkan ke daerah miskin seperti Hura [5]. Diwawancarai The Jerusalem Post tanggal 16 Januari, Yossi Maimon, asisten direktur “otoritas penempatan dan pembangunan Beduin,” menyatakan bahwa “negara bergegas merelokasi kurang-lebih 400 warga desa ke kota kecil Hura.”

Atwa Abu al-Kaeean, penghuni Umm Al-Hiran yang berusia 62 tahun dikutip oleh The Jerusalem Post [19] bahwa dalam kurun 10 hari terakhir, polisi menelpon dan memintanya untuk “menyelesikan berbagai urusan dengan pihak berwajib karena rumahnya akan diratakan dengan tanah.”

Menurut Asosiasi Hak Sipil Israel, saat ini negara menolak mengakui (keabsahan) pedesaan Beduin Negev dimana lebih dari separuh dari 160.000 populasi Beduin bertempat tinggal [22]. Hasilnya, mereka terus mengalami ancaman penggusuran, yang dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Lahan Terbuka, yang disebut juga “Patroli Hijau,” yang bekerja dibawah ILA, JNF, dan Angkatan Bersenjata Israel [23]. Forum Toleransi Negev untuk Kesetaraan Hak Sipil mencatat [24] lebih dari 70 kasus penghancuran rumah dan hasil bumi terjadi di Negev tahun 2016.

Pemerintah Israel bersitegas bahwa pedesaan tersebut ilegal dan membela aksi mereka sebagai aksi “penegakan hukum”. Namun, seperti yang keberatan yang dikemukakan [25] Ron Dudai [26], wakil editor Jurnal Praktik HAM, yang sebelumnya bekerja dengan B’Tselem dan Amnesti Internasional:

Saya perlu menekankan bahwa yang menjadikannya amat memuakan adalah keterbukaan dan legalitas tindakan-tindakan ini terjadi … pengadilan agung independen dan kompeten dengan hakim-hakim yang mengajar di Yale, yang duduk tenang dan memutuskan bahwa aksi-aksi tersebut legal, dan para juru bicara dengan luga mengakui dan membela penggusuran yang terjadi di siang bolong dan disaksikan media. Itulah sebabnya, karakter-karakter terukur inilah yang menjadikan isu ini mengesalkan.

Berbagai komentator mendiskusikan latar belakang ideologi perlakuan tersebut. Beberapa menuding bahwa politik PM petahana Benjamin Netanyahu dapat ditelusuri ke filosofi politik pemikir Zionist Ze'ev Jabotinsky [27], yang menulis essai, “Tembok Besi (Kita dan Bani Arab),” yang memuji “akhlak” [28] (pemangku) untuk mendorong warga Palestina ke dalam situasi dimana mereka kehilangan harapan, mereka terpaksa membuat konsesi dan pasrah atas tekanan yang ditujukan pada mereka:  

Pembaca-pembacaku memahami maksud umum sejarah kolonialisasi di negara-negara lain. Aku mengusulkan agar mereka mencari tahu apakah pernah satu kalipun dalam sejarah, kolonialisasi terlaksana atas persetujuan populasi pribumi. Hal itu tak pernah terjadi.

Bagi khalayak, praktik Dana Nasional Yahudi tidak terkenal luas. Namun, Anda tidak bisa pahan kolonialisasi Israel atas lahan Palestina tanpa mengetahui apa itu JNF.