- Global Voices dalam bahasa Indonesia - https://id.globalvoices.org -

Hazara Etnis Afghanistan: ‘Jangan Hilangkan Kami!’

Kategori: Asia Tengah & Kaukasus, Afganistan, Aktivisme Digital, Etnisitas & Ras, Hak Asasi Manusia, Media Warga, Politik
Kabul

Sepasang kacamata dan pesan di bendera Afghanistan, berbunyi “Jangan Hilangkan Kami!”. Dibagikan melalui laman Facebook Republik of Silence.

Hampir 90 orang tewas [1] dan ratusan luka-luka setelah dua pembom bunuh diri menyerang protes damai yang dipimpin oleh kelompok minoritas Syiah Hazara di Deh Mazang, Kabul pada 23 Juli 2016. Serangan itu, salah satu yang paling mematikan sejak tahun 2001, kemudian [2] diklaim oleh ISIS.

Kelompok minoritas Afghanistan, Hazara, berbaris [1] memprotes rencana pemerintah Afghanistan untuk mengubah rute proyek energi raksasa, jalur transmisi listrik 500 kV dari Turkmenistan ke Kabul, yang awalnya direncanakan melintasi Bamiyan, sebuah provinsi yang didominasi Hazara.

Seorang penulis Global Voices , Bismellah Alizada, sempat dirawat di rumah sakit setelah ledakan itu, dan penulis lain dari komunitas GV memiliki beberapa anggota keluarga yang menderita serangan biadab tersebut.

Hazara telah menggelar [3] protes serupa di bulan Mei, melancarkan aksi Gerakan Pencerahan yang telah mendorong [4] Presiden Ghani mengeluarkan keputusan untuk membangun jalur listrik lebih kecil melintasi Bamiyan.

Ini diskriminasi sistematis ketika setiap proyek besar menghindari (pusat) kampung halaman #Hazara [5]

Namun, konsesi itu sendiri tidak disetujui oleh sebagian Hazara.

Presiden Ghani telah membentuk [9] sebuah komite guna menyelidiki serangan berantai itu. Dia menyatakan [10] sehari setelah penyerangan itu sebagai hari berkabung nasional dan menamakan [11] Deh Mazang ‘Alun-alun Syuhada’.

Saat menyampaikan pesan kenegaraan, ia menambahkan:

holding protests is the right of every citizen of Afghanistan and the government puts all efforts to provide security for the protestors, but terrorists entered the protests, and carried out explosions that martyred and wounded a number of citizens including members of security and defense forces.

Membuat protes adalah hak setiap warga negara Afghanistan dan pemerintah melakukan segala upaya untuk memberi keamanan bagi para demonstran, namun teroris ikut protes dan meledakkan diri, hingga melukai sejumlah warga termasuk anggota pasukan keamanan dan pertahanan.

Haroon Chakhansuri, juru bicara Presiden Republik Islami Afghanistan, mencuit:

Sebagai bela sungkawa bagi para korban serangan teroris hari ini di #Kabul [12], besok bendera Afganistan akan berkibar setengah tiang pada semua bangunan publik-di dalam negeri & mancanegara.

Menyusul serangan itu, Kementerian Dalam Negeri Afghanistan mengeluarkan [10] larangan demonstrasi 10 hari dengan alasan tingginya risiko kekerasan sektarian.

Skeptis pada larangan itu, Ahmad Shuja, peneliti di Human Rights Watch, menulis:

Larangan itu, tidak ada batasan geografis. Artikel 14 tentang hukum demonstrasi menyebutkan hanya kewenangan polisi untuk mengosongkan lokasi demo demi alasan keamanan.
10 hari, larangan protes di seluruh negeri merupakan risiko tumpulnya aparat pada saat aksi sipil bisa jadi penting untuk nestapa masyarakat

Etnis Hazara secara historis telah dianiaya dan didiskriminasi.

Serangan di Deh Mazang baru-baru ini adalah serangan terburuk terhadap Hazara sejak 2011 ketika pemboman berantai di Kabul dan Mazar-i Sharif menewaskan [15] sekitar 80 orang yang tengah berkumpul untuk memperingati Asyura, mengenang wafatnya syuhada Islam Syiah.

Sejak runtuhnya rezim Taliban, penculikan, pemerasan, dan pembunuhan dengan kekerasan atas Hazara tetap menjadi perhatian, dan memicu [16] protes dan tuntutan untuk perlindungan yang lebih baik bagi kelompok minoritas.

Beberapa tokoh politik dan intelektual Hazara menyalahkan [17] pemerintahan Ghani dan prihatin karena tidak mampu melindungi Hazara lagi.

Sebagian orang Hazara percaya bahwa serangan pada 23 Juli boleh jadi telah didorong oleh orang-orang dari dalam pemerintah sendiri.

Aslam Jawadi, pemimpin redaksi Harian Opensociety, mencuit:

Kita menulis, kita berteriak, kita berbicara dan kita menunjukkan damai, tapi #NUG [18] malah mendengar tembakan

Selain itu, sebagian orang Hazara geram [21] kepada para pemimpin politik mereka sendiri karena mengeksploitasi keluhan masyarakat mereka sendiri hanya demi kepentingan pribadi. Salah seorang pelayat, Ghulam Abbas, mengatakan:

They sold us and we will never forget this. They've built skyscrapers for themselves and their families from our blood.

Mereka menjual kita dan kita tidak akan pernah melupakan ini. Mereka telah membangun gedung pencakar langit untuk diri mereka sendiri dan keluarga mereka dari tumpahan darah kita.

Bilal Sarwary, jurnalis Afghanistan, mencuit bahwa pemerintah Afganistan mengetahui serangan itu.

Seorang pejabat senior pemerintah Afghanistan mengatakan kepada saya, pemerintah telah mengamati 20 hari yang lalu, ISIS akan mengadakan 2 serangan di Kabul dan Jalalabad.

Hadapi, jangan takut

Sejak serangan itu, orang-orang Hazara telah menggempur media sosial dalam mencari keadilan, menuliskan dan memposting foto-foto tentang demonstrasi serta kadang-kadang gambar grafis pascaserangan dan para korban.

Noorjahan Akbar, aktivis hak-hak perempuan asal Afghanistan, mendorong orang untuk terus menyuarakan perhatian mereka terhadap pembunuhan brutal lebih dari 80 orang itu dalam aksi damai melalui cuitannya:

Di samping politik, kalau kita diam dalam menghadapi pembunuhan 86 demonstran yang cinta damai, apa kebungkaman kita akan bersuara tentang kita?

Maryam Mehtar, seorang jurnalis bebas Afghanistan, menambahkan:

Kita melatih anak-anak kita bagaimana menggenggam pensil & pena di tangan mereka, bukan senjata!

Bismellah Alizada dari Global Voices menulis:

Bom tak pernah bisa membungkam suara keadilan dan kesetaraan.

Hazara sedunia menunjukkan solidaritas melalui berbagai pertemuan dan di media sosial dengan para korban dari gerakan protes dan pencerahan ini.

Saleem Javed, keturunan Hazara aktivis HAM dari Quetta, Pakistan, mencuit:

7 hari sudah, hari ini, saat ini, waktu terhenti untuk banyak demonstran anti-diskriminasi Hazara

Marziya Mohammadi, pengacara HAM Afghanistan, mencuit dari Australia:

Anda menghilangkan orang-orang yang menanam benih untuk pencerahan, tapi bagaimana Anda akan menghilangkan pencerahan?

Siapa jadi korban? 

Afghanistan memperingati hari berkabung nasional pada 24 Juli.

Keluarga para korban mengangkut [21] jenazah dari rumah sakit dan kamar mayat untuk mempersiapkan pemakaman.

Banyak keluarga masih mencari kerabat mereka yang hilang dan teman-temannya.

Hikmatullah Shafaiee menjadi satu dari demonstran yang tewas dalam serangan itu.

Pengunjuk rasa gugur: Hikmatullah Shafiee lulusan teknik adalah 1 dari korban #KabulMeledak [35] 23 Juli

Basir Ahang mengutip ibu korban, yang mendorong masyarakat untuk terus memperjuangkan hak-hak mereka.

Kita harus berjuang demi hak-hak kita: Saima, Ahmed Sharif…

Korban demo lain memberi pesan, yang berbunyi sederhana, “Jangan hilangkan kami!”

“Jangan meniadakan kami!” Postingan Facebook menunjukkan anak ini sebagai salah seorang dari mereka yang tewas dalam serangan itu. MENINGGAL DUNIA.

Kabul Relief Effort laman Facebook yang mengkoordinasikan semua upaya bantuan bagi para korban serangan itu, baru-baru ini memposting nama dua korban lainnya, Abdullah Frotan dan Qurban, yang kehilangan nyawa mereka di Rumah Sakit NATO.

Sayangnya, kami menerima kabar bahwa Abdullah Frotan dan Qurban Ahmadi, dua korban cedera, telah meninggal di rumah sakit NATO. Abdullah mengalami cedera di kepala dan perut serta Qurban menderita luka di kepalanya. Keduanya semula dirawat di Rumah Sakit Chaharsad Bestar dan kemudian diangkut ke rumah sakit NATO. Abdullah sudah koma sebelum kematiannya, sementara Qurban sempat kembali kesadarannya untuk waktu singkat. Anggota tim kami mencatat bahwa meskipun mendiang mengalami luka parah di kepala mereka, kurangnya peralatan medis yang tepat dan keterlambatan penanganan medis mungkin telah berkontribusi terhadap hilangnya nyawa mereka.

Fatima Ghulami, aktivis hak-hak perempuan dari Bamiyan, memposting foto seorang wanita menangis karena kehilangan orang yang dicintainya sementara foto-foto korban tergantung di dinding.

Perempuan Afghanistan berduka karena kehilangan seseorang yang dia cintai dalam serangan di Kabul baru-baru ini. Tidak ada kata yang bisa menggambarkan tragedi ini…

Foto-foto korban yang tewas tergantung di dinding kota. Ehsanullah Amiri, seorang reporter Wall Street Journal, mempostingnya:

Jalanan Kabul hari ini.

Para keluarga yang berduka [47] mencari mayat orang yang mereka cintai di rumah-rumah sakit Kabul. Jasad korban yang tewas dikuburkan [47] di sebelah barat Kabul atau dibawa ke daerah terpencil di mana rumah mereka berada.

Kabul

Kuburan korban yang tewas dalam serangan di Deh Mazang pada 23 Juli, 2016. Dibagikan melalui laman Facebook Jaringan Internasional Hazara.

Semua ini hanya beberapa di antara para korban serangan Deh Mazang. Korban yang tewas dan jumlah korban luka-luka akibat ledakan itu sementara masih diperbarui pada 7 Agustus.