- Global Voices dalam bahasa Indonesia - https://id.globalvoices.org -

Polisi Thailand Tangkap Demonstran Mahasiswa pada Peringatan Kudeta

Kategori: Asia Timur, Thailand, Hak Asasi Manusia, Hukum, Kaum Muda, Kebebasan Berbicara, Pemerintahan, Politik, Protes, Warta Semerta
Mahasiswa berkumpul di plaza dalam aksi peringatan kudeta. Mereka kemudian ditangkap oleh polisi. Foto dari halaman Facebook LLTD
Mahasiswa berkumpul di plaza dalam aksi peringatan kudeta. Mereka kemudian ditangkap oleh polisi. Foto dari halaman Facebook LLTD

Puluhan mahasiswa ditangkap di Thailand karena mengadakan protes [1]dalam peringatan perdana kudeta Mei 2014. Saat artikel ini dibuat, 48 orang telah ditahan [2]karena bersuara di depan publik menentang pemerintah yang didukung militer.

Tentara melancarkan kudeta [3]pada 2014 untuk mengakhiri kekacauan politik di negara itu. Menyusul kemudian media dikontrol dan protes dilarang termasuk berkumpulnya lima orang atau lebih di tempat umum. Sebelum akhir 2014, disusun piagam sementara yang menjadi dasar dalam membentuk pemerintahan sipil yang dipimpin oleh militer yang ditunjuk. Panglima militer, Prayut Chan-o-cha, terpilih [4]menjadi perdana menteri.

Meskipun larangan diberlakukan oleh tentara, banyak warga Thailand, terutama pemudanya menyerukan [5]pemulihan demokrasi di negeri itu. Mereka telah secara konsisten menuntut kembalinya pers bebas, pemilu terbuka, dan kekuasaan sipil.

Banner mengatakan reli “Obyek kudeta”

Tentara telah mencabut  [10]darurat militer April lalu tapi masih mempertahankan kekuasaan hampir tak terbatas dalam pemerintahan.

Kelompok riset iLaw mengutip  [11]beberapa kegiatan tentara pada tahun lalu yang menggerogoti hak asasi manusia:

After the coup, at least 751 individuals were summoned by the NCPO [name of the military-backed government]. At least 424 were deprived of liberty. Some have been forced to undergo “attitude adjustment” to re-educate them about the necessity for the military to seize the power and then let go. Meanwhile, at least 163 individuals have been pressed with political charges. At least, 71 public activities were intervened or cancelled by the use of military force.

Setelah kudeta, sedikitnya 751 orang dipanggil oleh NCPO [nama pemerintah yang didukung militer]. Setidaknya 424 orang dirampas kebebasannya. Beberapa orang telah dipaksa untuk menjalani “penyesuaian sikap” demi memahamkan mereka tentang perlunya militer merebut kekuasaan dan kemudian melepaskannya. Sementara itu, sedikitnya 163 orang telah ditekan dengan tuduhan politik. Setidaknya, 71 kegiatan publik diintervensi atau dibatalkan lewat penggunaan kekuatan militer.

 

364 hari setelah kudeta, setidaknya 428 orang ditahan, 124 warga sipil diadili di Pengadilan Militer

Wartawan Saksith Saiyasombut mengkritik peraturan yang berlebihan dari tentara:

Not only is it like a bad teacher that expects its students only to obediently memorize stuff, but also like an overbearing nanny overlooking us at every step.

Tidak hanya itu seperti seorang guru jahat yang
mengharapkan siswa hanya patuh menghafal
pelajaran, tetapi juga seperti pengasuh angkuh
yang menghadang kami di setiap langkah.

 

Berikut ini beberapa foto dari mahasiswa ditangkap oleh polisi:

Polisi mengatakan ditahan karena ‘perilaku
berbahaya’

 

13 mahasiswa Khon Kaen mengadakan aksi untuk memprotes kudeta 22 Mei

 

Polisi mulai menangkap mahasiswa tanpa perlawanan!!

 

Aktivis dari Permas (mahasiswa dan pemuda dari Patani) juga ditahan di kantor polisi

 

Mahasiswa mengatakan bahwa polisi tidak peduli terhadap teman aktivis mereka yang membutuhkan perawatan medis.

Sebuah kelompok yang menamakan dirinya Gerakan Pemuda Sosial-Demokrasi (YPD) merilis [31]pernyataan terhadap rezim kudeta:

We cannot build a democratic society if we lack freedom, liberty, rights, justice, and reconciliation. We believe that peace in society will not be born out of a lack of resistance. Peace in the society will only be born out of equality and justice in terms of power, economics, and politics.

Kita tidak bisa membangun masyarakat demokratis jika kita kekurangan kebebasan, kemerdekaan, hak, keadilan, dan rekonsiliasi. Kami percaya bahwa perdamaian di masyarakat tidak akan lahir dari kurangnya resistensi. Perdamaian di masyarakat hanya akan lahir dari kesetaraan dan keadilan dalam hal kekuasaan, ekonomi, dan politik.

 

Setahun setelah militer melancarkan kudeta, Thailand masih menderita ketidakstabilan politik. Rakyatnya ingin mengaso sejenak dari kegaduhan para politisi yang cekcok terus-menerus tetapi tidak berharga bagi pemerintah militer yang begitu cepat meniadakan kebebasan sipil.