- Global Voices dalam bahasa Indonesia - https://id.globalvoices.org -

Apakah bersatunya Zona Waktu akan bekerja untuk Indonesia?

Kategori: Asia Timur, Indonesia, Agama, Ekonomi & Bisnis, Media Warga, Pemerintahan

Indonesia, negara kepulauan terbesar di dunia, berencana untuk melakukan penyatuan tiga zona waktu pada bulan Oktober 2012. Sektor bisnis, khususnya operator perjalanan, memuji rencana tersebut dan mengatakan bahwa dengan disinkronisasinya waktu Indonesia dengan pusat keuangan Asia seperti Seoul, Hongkong dan Singapura, akan meningkatkan kegiatan bisnis dan pariwisata.

Namun, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan [1]bahwa rencana tersebut ‘tidak logis’ sementara Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatakan [1]perubahan itu akan membingungkan umat yang beragama.

Menurut blogger Rusrian Yuzaf [2], pergantian waktu tersebut akan mempengaruhi kebiasaan orang, termasuk kebiasaan berdoa bagi para umat Muslim di Indonesia.

Daytime in Bromo Mountain, East Java. Flickr photo by <a href="http://www.flickr.com/people/rbherdiyanto/">Robertus B. Herdiyanto</a> used with permission under Creative Commons.

Waktu siang di Gunung Bromo, Jawa Timur. Foto Flickr dari Robertus B. Herdiyanto [3] dipakai dengan ijin dibawah Creative Commons.

Teman-teman muslim yang tinggal di Jayapura misalnya tentu waktu subuhnya menjadi sekitar jam 3 atau jam 4 pagi (GMT +8).  […] Secara geografis kebijakan satu zona waktu ini mungkin tidak cocok untuk di terapkan di Indonesia. Belum lagi sebagian besar penduduk di negara ini beragama Islam. Toh jika nantinya ada lagi kebijakan mengenai jam masuk kantor dan jam istirahat diserahkan kepada masing-masing daerah disesuaikan dengan letak geografis masing-masing ngapain susah-susah merubah zona waktu.

Indoflyer [4] adalah sebuah situs untuk para penggemar penerbang di negara Indonesia. Di forumnya, para pengguna situs memperdebatkan manfaat ekonomi dari zona waktu yang bersatu. Pengguna situs Indoflyer, afterburner, mengatakan:

Untuk menjadi sebuah negara yang maju, penyatuan zona waktu bukan satu-satunya jalan. Tapi kalau memang bisa membantu mempercepat kemajuan, mengapa tidak? […]

Saya pribadi sih suka kalo Jakarta jadi GMT+8. Berangkat kantor udara belum panas, pulang kantor langit masih terang, tapi sudah tidak terlalu panas. Hal yang sama berlaku juga untuk kota-kota di zone WIB lainnya. Tapi penyatuan zone waktu ini bisa bermasalah untuk masyarakat yang tinggal di daerah zona WIT. Meraka berangkat kerja ketika matahai sudah tinggi, dan pulang ketika matahari sudah terbenam.

Sementara pengguna situs, fadelart, mengatakan:

Ane yang tinggal di Kaltim GMT+8 heran pas pertama kali ke Surabaya bangun saur jam setengah 4 udah pada imsyak

Kalau satu-satu cuma itu jalan terbaik buat kepentingan bisnis indonesia ane setuju aja.

Astronomist Marufin Sudibyo [5] yang menulis pendapatnya [6]di Kompasiana, sebuah jurnalisme warga yang menjadi bagian dari sebuah koran lokal, mengatakan bahwa zona terpadu mungkin memiliki implikasi yang serius:

penerapan WKI membawa sejumlah implikasi serius setidaknya pada dua hal. Pertama, terkait waktu Matahari dan ritme kerja. Waktu Matahari adalah waktu intrinsik yang dimiliki Matahari oleh posisinya akibat rotasi Bumi, yang nampak secara gamblang dalam terbit dan terbenam. Waktu Matahari ini amat berbeda-beda bagi setiap kawasan di Indonesia. Meski waktu Matahari tidak terganggu oleh rekonfigurasi zona waktu di bagian Bumi manapun, namun aplikasi setempatnya dalam waktu sipil akan turut berubah.

Apabila pihak pemerintah akan melanjutkan rencana ini, maka tidak perlu buru-buru untuk menerapkannya dan para rakyak harus di beritahu dengan cermat. Sudibyo menjelaskan:

implementasi WKI sebaiknya mulai berjalan per 1 Januari 2013. Pertimbangannya, selain meminimalkan gejolak publik (meskipun gejolaknya takkan bakal separah resistensi kenaikan harga BBM), tidak terburu-buru dan juga menyediakan rentang waktu lebih lama guna melaksanakan sosialisasi. […]

Kita belum mendapatkan satu gambaran utuh bagaimana Indonesia setelah penerapan WKI, khususnya dari dua kawasan ekstrim : kawasan terbarat dan tertimur Indonesia. Janganlah pembicaraan mengenai WKI hanya datang dari kementerian-kementerian bidang ekonomi tanpa menyertakan Kementerian Agama, padahal WKI memiliki implikasi cukup luas dalam aspek religi (khususnya bagi Umat Islam di Indonesia).