- Global Voices dalam bahasa Indonesia - https://id.globalvoices.org -

Tinjauan Proyek Technology for Transparency, Bagian I

Kategori: Afrika Sub-Sahara, Asia Selatan, Asia Timur, Latin America, Brasil, Cina, India, Kenya, Meksiko, Zimbabwe, Aktivisme Digital, Pemerintahan, Teknologi, Jaringan Teknologi Untuk Transparansi

Bulan lalu The Economist menerbitkan sebuah rangkuman tentang pemerintah, geeks, dan para aktivis yang bersama [1] membuat politik lebih transparan, menyoroti akuntabilitas pejabat yang terpilih, dan masyarakat lebih dilibatkan dalam perdebatan dan pembentukan kebijakan. Majalah The Economist mengarahkan para pembaca pada Sunlight Foundation [2] yang berbasis di Washington DC, data.gov.uk [3] yang berbasis di Inggris,  data.govt.nz [4] di Selandia Baru, dan MashupAustralia [5], juga sebuah kompetisi yang diselenggarakan oleh “Government 2.0 Taskforce [6]” di Australia untuk mendorong rancang bangun aplikasi-aplikasi yang menyediakan data publik secara efektif serhingga tata laksana pemerintahan dapat menjadi lebih baik.

Memang masuk akal bahwa The Economist memfokuskan perhatian mereka pada Amerika Serikat, Britania Raya, Selandia Baru dan Australia,  empat negara dimana tingkat keadaan Internet [7] relatif tinggi dan pemerintahan federal mereka telah menunjukkan komitmen untuk menerbitkan data pemerintah dalam bentuk format yang bisa dibaca oleh mesin (catatan penerjemah: seperti file text, .pdf, .doc), yang kemudian bisa di analisa dan di gunakan kembali di website dengan visualisasi yang interaktif. Tapi apa yang terjadi di negara-negara lain di dunia dimana, sebagai contoh, masyarakat mungkin lebih perhatian kepada penyuapan polisi daripada mengkampanyekan reformasi keuangan? Lebih dari periode tiga bulan delapan peneliti dan delapan peniinjau penelitian [8] dari Amerika Latin, Afrika sub-Sahara, Asia Tenggara, Asia Selatan, Ciina, dan Eropa Tengah & Timur akan mendokumentasikan sekitar 40 studi kasus [9] dari proyek tehnologi yang membidik untuk mempromosikan transparansi, akuntabilitas, dan keterlibatan publik. Setiap dua minggu kami akan menerbitkan sebuah tinjauan dari delapan studi kasus terakhir dengan tujuan untuk mempromosikan percakapan dan datang ke pemahaman lebih dalam dari bagaimana tehnologi bisa digunakan untuk meningkatkan pemerintahan di demokrasi berkembang.

Narablog Mengadopsi Politisi-Politisi di Brasil

Mari mulai di Brasil dimana sebuah organisasi masyarakat pro-demokrasi menginspirasikan sebuah aksi mucracking (catatan penerjemah: Mucracking adalah istilah untuk kegiatan media yang melakukan penyelidikan terhadap kebrobrokan yang ada di masyarakat seperti korupsi, pekerja anak, dll) yang dilakukan oleh seorang jurnalis radio terkemuka. Sang junalis radio menantang narablog Brasil untuk masing-masing “mengadopsi seorang politisi lokal [10]” dan terus mengawasi kinerja dan akuntabilitas para politisi. Lusinan narablog menyanggupi tantangan dan bergabung, namun segala sesuatunya berubah menjadi gerakan yang kohesif ketika Everton Zanella, yang berprofesi pengembang web yang bebasis di Sao Paulo, memutuskan untuk mendaftarkan dan mengkategorikan sepak terjang para narablog aktivis. Manuella Maia Ribeiro, seorang peneliti yang berbasis di Brasil, menjumpai Zanella dalam sebuah wawancara [10] yang membicarakan  tentang kesuksesan dan tantangan dari  proyek yang dikerjakanya (Zanella). Fabiano Angelico, peninjau penelitian kami yang juga berbasis di Sao Paulo, memuji [11] tingkat fokus dan akuntabilitas proyek tersebut di tingkat lokal dimana banyak dari proyek-proyek sejenis lebih fokus pada tingkat federal. Tapi Angelico merasa bahwa masih ada “ruangan untuk pendekatan yang lebih efisien” bagi proyek tersebut dan menyarankan para narablog untuk manentukan topik bulanan dan mencoba untuk meningkatkan kesadaran serta menganjurkan penyediaan data pemerintah yang terkait dengan topik yang dibahas. Menurut Angelico, proyek tersebut seharusnya menggugah interaksi para narablog yang berpartisipasi dengan wartawan, organisasi masyarakat, dan universitas-unversitas.

Patut dicatat bahwa sebuah kampanye “adopsi seorang politisi” serupa telah dimulai di Peru pada 2008. Seorang wartawati terkemuka Rosa Maria Palacios meminta [12] masyarakat untuk menghimpun tekanan untuk mendapat informasi tentang pengeluaran operasional para anggota kongres nasional. Juan Arellano menulis sebuah ulasan lengkap mengenai proyek tersebut [13]. Kini kampanye tersebut tidak lagi aktif (meski demikian  Grup Facebook mereka tetap mencantumkan 1.500 anggota [14]) menyusul tentangan dari sebagian besar anggota kongres.

Mempromosikan Kolaborasi Antar Kelompok Pembela HAM di Kamboja

Kamboja memiliki jumlah besar LSM per kapita terbesar di dunia. Disana lusinan organisasi yang terpencar seluruh negeri menerbitkan informasi tentang HAM dan melaporkan tentang pelanggaran HAM, tapi mereka cenderung untuk memberkaskan laporan-laporan ini pada halaman web mereka atau, lebih buruk, dalam laporan berformat PDF yang panjang yang dikirimkan lewat email kepada para penyandang dana mereka. Dengan tujuan untuk mempromosikan kolaborasi antar para aktivis HAM, organisasi-organisasi Cambodian Center for Human Rights [15] meluncurkan situs Sithi.org [16], sebuah situs peragaan berbasis peta dimana arsip pelanggaran HAM serta berita-berita terkait dapat di saring berdasarkan kategori dan sub-kategori. Preetam Rai, peninjau penelitian untuk Asia Tenggara mengatakan [17] bahwa Sithi.org mengkontak para narablog Kamboja guna menyebarkan kesadaran tentang inisiatif diluar dan bukan sekedar inisiatif komunitas aktivis HAM. Dengan mendistribusikan informasi mereka via Facebook dan Twitter – dan dengan menyajikan proyek mereka dalam pertemuan teknik lokal – mereka cenderung untuk menarik antusiasme generasi muda Kamboja  berusia 20-tahunan yang melek teknologi. Dalam poin terakhirnya, Preetam mengusulkan atribusi nyata bagi LSM-LSM yang mengkontribusikan laporan-laporan mereka bagi peragaan peta dalam situs sehingga hal (atribusi) tersebut menjadi sebuah insentif lebih bagi LSM kontributor.

Protes Dalam Rupa Tagar Twitter di Meksiko

Dapatkah sebuah tagar (hastag) Twitter membatalkan sebuah kebijakan politik yang buruk yang dibuat oleh para senator negara federal? Di Meksiko “#InternetNecesario [18]” berhasil melakukan hal itu dan menghapuskan sebuah hukum yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Meksiko untuk membebankan pajak sebesar 3% untuk akses Internet. Tapi bisakah komunitas besar pengguna Twitter Meksiko menggunakan mimbar ini untuk mempengaruhi kebijakan yang berefek pada hal-hal lain dan bukan sekedar Internet yang cintai? Sejauh ini kami belum menemukan satu contohpun, tapi setiap orang yang tertarik dalam mengorganisasikan sebuah kampanye advokasi politik via Twitter akan dilayani dengan baik dengan membaca studi kasus [18] yang ditulis oleh Renata Avila. Dia berjumpa dengan Oscar Salazar, Alberto Bustamante, dan Homero Fernandez dan membicarakan tentang beberapa kesempatan serta tantangan yang berhubungan dengan penyulingan informasi yang berguna dari siulan-siulan Twitter yang menggunung, dan kemudian menjadikan informasi itu menjadi perubahan politik offline. Laura Vidal, peninjau penelitian untuk Amerika Latin kami, berkomentar [19] bahwa #InternetNecesario adalah sebuah contoh dari apa yang dia rasa sebagai kecenderungan meningkat dari masyarakat dalam mengamati kelalaian pemerintah yang enggan untuk terlebih dahulu berkonsultasi dengan masyarakat sipil dan media populer karena khawatir tindakan tersebut akan membuat mereka menjadi sorotan.

Pemerintahan yang Lebih Baik Melalui Pemetaan yang Lebih Baik

Cara kita mengatur lahan, manusia, sumber daya, perumahan, dan bisnis dari komunitas kita bergantung pada persepsi kita terhadap ruang fisik yang mereka tinggali. “Sejarah Kibera, daerah kumuh di Nairobi, Kenya, bermula sejak Perang Dunia Pertama,”tulis Rebekah Heacock [20], ketika “pemerintah kolonial memberikan lahan suburban bagi para prajurit Kenya yang baru kembali dari peperangan. Sesudah kemerdekaan Kenya pada 1963, kebijakan tanah yang baru membuat Kibera menjadi pemukiman ilegal. Walaupun begitu, area itu terus berkembang. Ini sekarang ditinggali sebanyak 1,2 juta orang dan diperhitungkan secara luas akan menjadi pemukiman kumuh terbesar di Afrika.” tapi sampai baru-baru ini Kibera adalah secara umum “titik kosong di peta Kenya” dan organisasi-organisasi penolong di daerah itu tidak berbagi informasi satu sama lain atau komunitas secara umum. Peta Kibera [21], sebuah proyek yang dimulai oleh Erica Hagen dan Mikel Maron dari Peta Jalan Terbuka, menargetkan untuk merubah kecenderungan ini dengan membuat penduduk Kibera untuk lebih terlibat dalam pembuatan pemetaan dari komunitas-komunitas mereka sendiri dan menerbitkan informasi dan berita mengenai infrastruktur dan pelayanan yang tersedia dan dibutuhkan. Penduduk Kibera Douglas Namale berkata dalam sebuah video yang dipublikasikan bersama sebuah studi kasus bahwa departemen perencanaan secara historis tidak memiliki informasi geografis yang memadai mengenai Kibera merupakan penyebab pelayanan-pelayanan sanitasi yang buruk. Peta Kolaborasi dari Kibera telah diintegrasikan kedalam berbasis-Ushahidi Suara Kibera [22], sebuah website yang mengikuti berita dari Kibera dan meletakkannya di dalam sebuah antar muka peta. Pembaca dapat berlangganan untuk berita terbaru via pesan teks dan/atau surat elektronik. Hagen dan Maron – dua-duanya orang Amerika – berkomitmen untuk tinggal di Kenya sampai paling tidak Agustus, tapi mereka mengenali seberapa pentingnya perhatian jangka panjang sampai proyek itu menjadi berkelanjutan dan secara komplit diurus oleh penduduk lokal Kibera [23].

Membandingkan janji-janji dan Kinerja dari Para Politisi di Mumbai, India

Vivek Gilani, pendiri dari MumbaiVotes.com [24] dulu lelah melihat keluarga dan teman-temannya memilih wakil mereka berdasarkan pada janji-janji para kandidat yang dibuat pada masa menjelang pemilihan daripada kinerja mereka sebenarnya ketika menjabat. Di 2004 dia mulai membangun sebuah arsip dari cakupan media yang mengikuti apa yang dijanjikan politisi lokal ketika pemilihan dan apa yang sebenranya dicapai ketika kemudian mereka menjabat. Website sekarang memasukkan arsip dari artikel-artikel dan video-video yang cukup mengesankan yang dikategorikan berdasarkan politisi, partai politik dan distrik pemilihan. Tidak semua politisi memiliki profil komplit di website, tapi banyak yang sudah. Saya memilih sedikit nama secara acak dan mencari informasi mengenai mereka di Google. Profil di mereka di Mumbai Votes hampir selalu yang pertama dalam hasil pencarian, menyediakan tinjauan yang lebih komprehensif dari politisi tersebut daripada yang bisa ditemukan dalam sebuah artikel atau hampir pastinya, website politisinya sendiri. Dalam komentar tinjauannya [25] Aparna Ray menunjukkan kita kepada Praja.org [26], projek yang sejenis yang berbasis di Mumbai yang mengikuti kehadiran, isu terkait, dan aset finansial dan kewajiban dari politisi kota yang terpilih. Kedua proyek itu adalah bagian dari teka-teki yang lebih besar, tapi ini akan menjadi bagus apabila mereka berbagi data sehingga pembaca memiliki tinjauan yang lebih menyeluruh dari kinerja, resiko, dan bias potensial dari pejabat yang terpilih mereka. Aparna juga mengelukan MumbaiVotes untuk jangkauan luar jaringan (offline) mereka, rekanan-rekanan universitas, dan berencana untuk mencetak dan mendistribusikan sebuah panduan pemilih ketika menjelang pemilihan.

Dari “Not In My Backyard” untuk Kesadaran Lingkungan Hidup yang Lebih Besar

Tanpa diragukan lagi, Cina menunjukan sesuatu yang khusus dalam hal  mendokumentasikan proyek-proyek online yang mempromosikan transparansi, akuntabilitas, dan keterlibatan publik. Aktivitas online sangat diatur di Cina [27] dan administrator website harus mematuhi kebijakan yang ketat terhadap apa yang bisa dan tidak bisa di terbitkan daring (online). Sulitnya mematuhi aturan seperti ini  dirasa seorang moderator Jiang-Wai-Jiang [28], sebuah forum komunitas untuk penduduk yang hidup di Taman Lijiang, Distrik Baiyun [29], Guangzhou. Penduduk Taman Lijiang yang sebagian besar termasuk golongan kelas atas menggunakan forum ini untuk memilah-milah informasi dan mengatur penyelenggaraan demontrasi melawan proposal pembangunan tempat pembakaran sampah yang direncanakan pemerintah. Melalui usaha yang terkoordinasi dalam forum, mereka “menulis proposal kepada departemen-departemen pemerintah yang terkait, mencetak T-shirt dengan slogan-slogan dan berdemonstrasi di depan sebuah supermarket lokal,”tulis Carrie Yang [30], peneliti kami untuk wilayah Cina. Pemerintah lokal akhirnya menyerah kepada dan mengumumkan bahwa pusat pembakaran tidak akan dibangun di Taman Lijiang. Moderator dari forum, betapapun, mengatakan bahwa diskusi dalam jaringan menjadi berlanjut dari sekadar protes “Not In My Backyard”: penduduk kini memahami lebih dalam masalah persampahan di Cina dan mulai berunding untuk mencari jalan supaya komunitas hijau mereka dapat terus berlanjut.

Jaringan Organisasi-organisasi Masyarakat Sipil di Zimbabwe

Akhirnya, rangkuman kita berakhir di Zimbabwe dimana Kubatana.net [31] yang didirikan pada 2001 mempromosikan kerjasama lebih besar serta berbagi informasi diantara organisasi masyarakat sipil dan dengan masyarakat Zimbabwe secara umum. Victor Kaonga berbicara dengan Key Clark dan Amanda Atwood dari Kubatana untuk belajar lebih banyak [32] mengenai bagaimana mereka mengumpulkan informasi dari organisasi-organisasi masyarakat sipil dan membentuknya menjadi kampanye untuk merubah kebijakan. Situs mereka sekarang mendaftarkan halaman-halaman profil lebih dari 230 LSM, menyimpan sebuah arsip untuk 15.000 dokumen-dokumen terkait masyarakat sipil, dan memiliki sebuah milis yang beranggotakan  sekitar 18.000 orang. Tetap saja, contoh nyatanya adalah perubahan luar jaringan sebagai hasil dari informasi yang terkumpul dan disebar luaskan di Kubatana relatif jarang. Namun, menurut informasi yang kami terima dari kampanye baru-baru ini dilaksanakan untuk mendorong Transaparansi Internasional Zimbabwe menyelidiki penggunaan pendapatan dari gerai jalan tol yang terus bermunculan di jalan-jalan biasa dan jalan-jalan besar di seluruh negeri.

Kesimpulan: Kemenangan-kemenangan Kecil, Proyek-proyek Jangka Panjang yang Penuh Tantangan

Studi-studi kasus kita yang pertama memperlihatkan bahwa mimbar dalam jaringan seperti discuz!, perangkat lunak Cina yang menggerakkan forum komunitas Jiang-Wai-Jiang, atau Twitter dalam kasus kampanye “#InternetNecesario” yang bisa dipakai secara efektif untuk membalikkan keputusan-keputusan kebijakan pemerintah dan menstimulasi debat mengenai usi-isu yang penting seperti pembuangan sampah dan akses internet. Tapi dua contoh tersebut juga memperlihatkan bahwa kampanye seperti tersebut sering bergantung kepada menggerakkan inspirasi dari mereka-mereka yang kemungkinan besar terkena imbas negatif dari kebijakan tersebut.

Lima studi kasus lainnya – mengadopsi politisi lokal [10], Sithi.org [33] , Map Kibera [20] , MumbaiVotes.com [34], dan Kubatana [32] – memperlihatkan beberapa tantangan ketika ini menuju kepada membangun sebuah komunitas aktivis masyarakat yang berkelanjutan yang mau untuk secara reguler menerbitkan dan menyebarkan informasi yang berhubungan dengan politisi terpilih mereka dan isu-isu sipil. Hanya sebuah akses internet adalah sebuah tantangan, yang kita saksikan dengan Sithi.org [33], tapi pendidikan dasar mengenai kewajiban-kewajiban dari pemerintah dan pejabat-pejabat terpilih adalah tantangan besar lainnya untuk kesuksesan proyek seperti mengadopsi seorang politisi lokal [10] di Brasil.

Dua minggu dari sekarang kami akan kembali dengan tinjauan lain dari studi kasus dari Amerika Latin, Afrika Sub-Sahara, Asia Tenggara, Asia Selatan, Cina, dan Eropa Tengah & Timur. Kamu bisa berlangganan kepada podcast-hampir-tiap-hari dari wawancara-wawancara dengan pemimpin-pemimpin dari proyek-proyek ini [35] dan mengikuti kita di Twitter [36] untuk berita-berita menarik terbaru dan tautan-tautan kepada berita-berita yang cukup menarik.

(catatan penerjemah: Mucracking adalah istilah untuk kegiatan media yang melakukan penyelidikan terhadap kebrobrokan yang ada di masyarakat seperti korupsi, pekerja anak, dll)