- Global Voices dalam bahasa Indonesia - https://id.globalvoices.org -

Filipina: RUU Pernikahan Kontrak

Kategori: Asia Timur, Filipina, Hak Asasi Manusia, Hukum, Women & Gender

Sekelompok partai di Filipina berencana memperkenalkan undang-undang yang mencantumkan tenggat waktu sepuluh tahun [1] [en] dalam surat nikah. Usulan unik tersebut merupakan solusi yang dimunculkan kelompok partai ini untuk mengatasi problema proses pembatalan pernikahan yang panjang dan mahal di negara itu. Filipina, dimana mayoritas penduduknya beragama Katolik, tidak memiliki hukum perceraian.

Menurut kelompok ini, “RUU Pernikahan Kontrak” [2] ini akan “menyelamatkan pasutri yang sudah tidak menemukan kecocokan dari ongkos proses-proses hukum yang berlarut-larut sebelum pernikahan mereka bisa dibatalkan.” Kelompok ini menambahkan bahwa kontrak pernikahan “seharusnya seperti paspor atau SIM. Kalau kita tidak berminat memperpanjangnya, maka masa berlakunya akan habis.”

Lebih dari 500.000 pernikahan [3] [en] diselenggarakan oleh gereja Katolik setiap tahun, dan kurang dari 10 persen diantaranya berakhir dengan pembatalan yang disertai dengan pelaporan resmi.

Seperti yang dapat diduga, cetusan surat nikah bertenggat ini menimbulkan reaksi kuat dari kalangan narablog.

Menulis untuk Lex Fori Philippines, Oscar menekankan pengaruh proposal ini dalam hubungan properti [4].

Kalau kita akan menyamakan pernikahan dengan SIM, apakah kita lalu boleh membawa calon pasangan untuk uji coba? Dengan cara itu, kedua belah pihak akan terselamatkan dari keperluan memperpanjang, atau tidak, surat menikah mereka, dan dapat menghemat ongkos pesta pernikahan.

Misalkan pernikahan akan kadaluwarsa dalam sepuluh tahun, apa yang akan terjadi dengan hubungan properti setelah 10 tahun itu? Kesahan kontrak-kontrak yang ditanda-tangani oleh sang pasutri secara bersama-sama? Apakah properti akan dilikuidasi, kontrak-kontrak yang sah dibatalkan, dan anak-anak diberitahu untuk siap menerima keabsahan mereka berkuang apabila satu atau kedua orang tua mereka menikah kembali dan jumlah anak-anak mereka bertambah?

John Odonnell R. Petalcorin lebih memilih RUU yang akan mengurangi biaya [5] proses pembatalan

…jika proposal ini tercipta karena mahalnya proses pembatalan, saya lebih mengusulkan RUU tandingan yang menetapkan batasan harga pembatalan. Untuk membuat proses ini cepat, kita juga dapat memasukkan ketentuan bahwa pembatalan dapat langsung disetujui jika kedua pasutri bersedia menyangkal cinta mereka secara lisan sebanyak tiga kali

Ice9web Blog bertanya-tanya apakah sumpah pernikahan baru [6] akan diucapkan dalam upacara nikah

Kalau ini akan terjadi, berakhirlah hari-hari di mana sumpah pernikahan akan ditanggapi secara serius “Sampai maut memisahkan kita”?
Sekarang sumpahnya akan menjadi apa? Sampai tenggat waktu pembaruan memisahkan kita?

Beberapa orang berkata bahwa ini yang akan menjadi jawabannya di Filipina ini, karena kita tidak dapat bercerai dan pembatalan makan waktu dan biaya banyak… Apakah pembaruan surat  benar-benar merupakan jawaban?

Pinoy Politico tidak mengerti mengapa pasutri yang tidak cocok harus menunggu sepuluh tahun [7] sebelum dapat memutuskan pernikahan mereka

Saya tidak mengerti mengapa seseorang harus menunggu satu dekade hanya untuk meninggalkan istri yang selingkuh. Dan sama juga untuk para wanita. Kalau suami saya memukuli saya setiap hari setelah 1 tahun masa pernikahan, mengapa saya harus menunggu 9 tahun lagi? Mungkin anda perlu mengusulkan pembaruan setiap hari, sehingga anda dapat memeriksa status pernikahan mereka.

Capt. Nemo mendukung [8] proposal itu

ya proposisi ini hanya bermaksud mengatasi keadaan SEKARANG yang dihadapi kebanyakan pasutri Filipina zaman sekarang. Dalam pandangan saya, ini suatu perbaikan, dan suatu penyelesaian yang memandang kedua jenis kelamin secara sama rata dalam hal pernikahan. Sementara proses pembatalan dapat diperoleh mereka yang dapat “membayar” untuknya. Bagaimana dengan kaum miskin yang ingin mengakhiri hubungan mereka yang gagal, apakah mereka bisa menjalani proses tersebut?

proposisi ini akan menyemangati para pasutri untuk menghargai hubungan mereka yang sudah ada. Bahkan, mereka punya KEHENDAK BEBAS untuk entah memperpanjang kontrak pernikahan mereka atau membuang kertasnya setelah 10 tahun.

Jappysworld mencemasi kesejahteraan anak-anak [9] jika sepasang suami istri memutuskan untuk tidak memperpanjang pernikahan mereka

Ini bukan penyelesaiannya. Saya paham bahwa ada banyak orang yang tidak tahan bertahan menikah satu menit lagipun, tapi apa yang akan dialami anak-anak jika proposal ini menjadi hukum. Ini mungkin menguntungkan pasangan yang tidak rukun, tapi anak-anak mereka akan menjadi yang paling menjadi menderita. Ini seperti mengatakan pada hari pertama setelah tahun kesepuluh pernikahan: seorang berstatus menikah dapat melakukan apa pun juga tanpa peduli kewajiban dan kesetiaan pada keluarganya.

Maureen Flores percaya bahwa RUU ini melanggar kesucian pernikahan [10]

Hal ini telah menjadi bahan tertawaan antara saya dan suami selama lebih dari seminggu. Soalnya kami akan merayakan ulang tahun pernikahan ke-10 kami hari ini. Tapi sesungguhnya, proposal kadaluwarsa 10 tahun untuk kontrak pernikahan ini tidak lucu.

Saya juga menyatakan ketidaksetujuan yang tulus terhadap proposal ini. Saya cemas akan dampaknya terhadap keluarga dan masyarakat kita ini sendiri. Kesucian pernikahan akan terlanggar.