- Global Voices dalam bahasa Indonesia - https://id.globalvoices.org -

Peran ICT Dalam Penyebaran Pengetahuan Masyarakat Pribumi

Kategori: Amerika Utara, Amerika Serikat, Australia, Ghana, India, Kanada, Media Warga, Pembangunan, Pendidikan, Pribumi, Seni Budaya, Masa Depan ICT Untuk Pembangunan

Sekilas pertama, hubungan antara ilmu pengetahuan masyarakat pribumi dengan Internet terkesan luar biasa berbobot. Pengetahuan pribumi mencakup [1] sekumpulan kepercayaan, kebiasaan dan gambaran yang teramat lekat dengan suatu tempat; Internet disanjung-sanjung untuk keberhasilannya dalam menghapus tapal batas.

Di satu sisi, tradisi-tradisi  yang termasuk dalam pengetahuan pribumi amatlah unik bila dilihat dari sudut pandang kebudayaan, menggunakan pemahaman lokal sebagai pemecahan masalah. Hal ini menjadikan Internet komponen penting di lapangan ekologi, pendidikan, pertaniamun internet juga merupakan sebuah bazar, yang condong mengarah ke perusahaan-perusahaan besar dan perekonomian raksasa seperti:  Amazon.com, Google, Microsoft, PayPal. Pengetahuan masyarakat pribumi memiliki makna spiritual dan komponen perayaan kepercayaan, sedangkan sebagian besar internet bersifat agnostik, dan berhasil meraup keuntungan besar memperdagangkan pornografi.

Meski adanya kerenggangan akibat perbedaan, ilmu pengetahuan masyarakat pribumi dan sistem pengetahuan global menjadi semakin erat dalam kurun waktu satu dekade terakhir. Praktisi ilmu pengetahuan pribumi kini mulai meningkatkan penggunaan berbagai media berbeda untuk bertukar pikiran dan mempublikasikan pendidikan tradisionil kepada dunia luas.

Seorang peneliti di Ethiopia memperdebatkan [2] Internet dan Teknologi Komunikasi, atau yang lebih dikenal dengan terminologi ICT, dapat digunakan sebagai metoda murah untuk menangkap, menyimpan dan menyebarkan berbagai bentuk pengetahuan pribumi bagi generasi mendatang.

ICT juga meningkatkan akses bagi sistem pengetahuan pribumi, terutama bagi sekolah-sekolah, dimana proses pembelajaran dapat diikutsertakan dalam kelas.

Menuju pada sistem pendidikan

Seperti yang ditegaskan diatas, ICT menyediakan sebuah contoh sempurna untuk mengintegrasikan pengetahuan pribuli baik dalam sistem pendidikan formal maupun non formal. Teknologi dapat memfasilitasi penyebaran pengetahuan mengenai tradisi lokal kepada pelajar maupun sekolah, sehingga memungkinkan pengajaran beberapa kurikulum dalam bahasa lokal.

Sebelum kita masuk kedalam beberapa contoh spesifik, mari kita ikuti debat antara dua narablog mengenai pentingnya membuat pelajar sadar akan adanya sistem-sistem pengetahuan yang berbeda. Salah satu pertanyaan yang muncul: apakah dengan meningkatkan akses kedalam pengetahuan tradisional mampu meningkatkan kredibilitas pengetahuan tradisional di mata para pelajar?

Mungkin. George Sefa Dei, yang menulis di blog The Freire Project, memperdebatkan [3] bahwa dalam isu pembangunan dan pendidikan, cendekiawan dan praktisi perlu menemukan keseimbangan antara tradisi dan pembaharuan.

Para pelajar sering bertanya mengapa dan bagaimana bisa beberapa pengetahuan memiliki andil lebih besar dibandingkan dengan cara-cara lain untuk belajar. Nyatanya, dari sisi para pembelajar,  ilmu pengetahuan berlaku secara berbeda tergantung dari sejarah lokal, lingkungan sekitar dan konteks. Sayangnya, proses-proses pengesahan pengetahuan seringkali gagal untuk memahami keragaman pengetahuan yang bersama-sama dapat berbicara secara menyeluruh kepada keragaman sejarah atas sekumpulan gagasan dan peristiwa yang telah membentuk dan terus membentuk laju manusia dan pembangunan. Dalam mempertanyakan hierarki pengetahuan, para pelajar juga dihadapkan pada posisi problematis pengetahuan yang netral dan apolitik. Oleh sebab itu, dalam pengajaran tentang Afrika, penting bila kita bersikap transparan dan memahami proses pengajaran melalui, contohnya, sikap ilmu pengetahuan Barat yang memposisikan dirinya sebagai cara-cara pembelajaran yang, netral, universal dan tidak dominan, terlebih lagi mereka terus berupaya untuk  menghentikan keabsahan dan mengurangi nilai cara-cara pembelajaran lain.

Secara teori, hal tersebut terdengar baik. Bagaimana dalam praktiknya?

Passionate Pedagogue, mengomentari [4] pos diatas, dengan mengilustrasikan sebuah rintangan besar.

Aku menghabiskan berjam-jam menyisiri Internet mencari situs-situs mengenai tokoh-tokoh sejarah yang kuajari di kelas yang ditulis oleh penulis pribumi. Seringkali situs yang berhasil kutemukan amatlah rumit atau memiliki pengertian yang sulit dipahami siswa. Kali lainnya, situs-situs tersebut (jika memang benar mereka dapat disebut demikian) begitu spesifik secara tradisi – hingga akhirnya seorang remaja yang tidak memiliki pengetahuan kebudayaan mengenai daerah atau  orang-orang tertentu tidak dapat memahami hal-hal yang dimaksudkan dalam situs. Hal ini mengakibatkan sedikit sekali informasi “pribumi” asli yang dapat diakses para pelajar.

Aku yakin pengalaman karirku sebagai guru serta pendidik kritis dapat menciptakan sebuah pusat pengetahuan pribumi yang ditujukan bagi para siswa. Harapanku adalah supaya kita dapat melihat dari kontribusi tak ternilai yang diberikan oleh masyarakat pribumi yang tidak berkatian dengan buku-buku sosiologi tingkat universitas atau catatan-catatan dasar pendidikan kritis. Belajar dari para penduduk pribumi dunia merupakan hal yang indah bagi para mahasiswa pasca sarjana dan para cendekia , namun mungkin kita harus waspada agar tidak bah menjadi seperti Napoleon; menerbitkan survei mengenai sejarah pribumi menurut para penduduk pribumi yang ditujukan hanya bagi cendekia tingkat atas.

Ketika Sumber Sulit Diperoleh

Ketika menemukan sumber materi (pelajaran) sulit ditemukan, sekumpulan guru-guru memutuskan untuk membuat sendiri materi yang diperlukan. Berikut adalah dua contoh projek dimana teknologi dapat menjadi pertolongan  bagi para pelajar untuk mempelajari kebudayaan-kebudayaan berbeda. Yang pertama [5] datang dari Australia, dari Scot Aldred, yang menulis blog e-learning.

Secara spesifik, Saya tertarik mengembangkan sebuah seksi yang WIKI  didedikasikan untuk warga pribumi Australia; kebudayaan mereka yang beragam, sejarah, bahasa dan tanah kelahiran mereka. Meski informasi dan publikasi cetak tersedia luas, apa yang kini dapat ditemukan di pasaran tidak meliput secara substansial atau tidak mendetil keragaman aspek kebangsaan pribumi Australia dan masyarakatnya. Dalam Jaringan, situasinya lebih mengenaskan lagi,  informasi yang akurat amat sulit ditemukan. Coba bayangkan apabila siswa-siswi sekolah diseluruh  penjuru Australia mempunyai kesempatan untuk memberikan kontribusi publik melalui  WIKI dengan memberikan informasi pengetahuan mengenai masyarakat pribumi yang hidup di wilayah tempat tinggal mereka. Banyak dari sejarah pribumi Australia di ceritakan turun temurun melalui tradisi lisan. Orang tua, tetua, dan sejarawan memiliki informasi yang dapat dibagikan kepada seluruh warga Australia dan dunia.

… Bagaimana dengan memiliki halaman web bersama bagi semua sekolah Australia (baik sekolah negeri maupun swasta) dimana sekolah-sekolah dapat mengunggah daftar nama orang-orang yang dapat membuat konten dan berkolaborasi. Peran tambahan/izin bagi moderator pilihan yang diusulkan oleh sekolah-sekolah.

Sebuah komentar [6] from Ginga, yang berasal dari negara bagian Alaska.

Ide-ide Anda untuk mengkoleksi ilmu puan pribumi, dan membaginya dengan seluruh dunia dengan semangat kolaborasi (wiki dan lainnya) berjalan paralel dengan beberapa proyek yang kini berlangsung di Sekolah Distrik Selat Bering di Alaska bagian Utara.

Staf dan murid kami menciptakan kamus-wiki dalam bahasa Inupiaq, dan Yupik Siberia guna mendokumentasikan bahasa lokal di wilayah kami. Para murid mempos berkas suara, gambar-gambar dari lapangan, dan informasi lainnya yang berhasil mereka himpun. Kami juga berusaha mengembangkan projek lainnya dalam format yang fleksibel bagi para pelajar sehingga mereka dapat berbagi serta berkolaborasi menggunakan wiki kami.

Chinglish Yang Berpengaruh?

Setidaknya seorang ahli memperdebatkan [7] kenyataan bahwa meskipun ICT  menjanjikan banyak hal, tak sedikit  lembaga-lembaga tradisional yang merasa tersesat diantara informasi yang membanjiri Internet. Situs-situs web mereka gagal menghuni halaman-halaman utama mesin pencari dan (terkadang) terasa kurang profesional.

Kendala pertama adalah bahasa. Situs-situs web yang ditulis dalam bahasa-bahasa seperti contohnya (yang digunakan di Greenland) atau Cha'palaa, sebuah bahasa di Ekuador, atau  Bisaya dari Filipina, akan sulit berkompetisi meraih kunjungan dengan situs web yang ditulis dalam bahasa Spanyol, Hindi, Cina, Jepang atau Arab. Menerjemahkan laman-laman web seringkali sulit dan memakan waktu lama.

Meski demikian, ICT mempunyai potensi untuk  mengembangkan jangkauan sebuah bahasa. Mungkin melalui kelas-kelas online atau melalui tutorial ataupun aplikasi mini yang digunakan di telepon genggam atau komputer. Hal ini sangat penting dikarenakan kerapuhan lingkungan hidup bahasa-bahasa pribumi.

Berikut ini merupakan sebuah diskusi menarik dari Heather, penulis blog flex your info, yang tinggal di Amerika Serikat,  mengenai isu-isu yang mencakup bahasa dan teknologi. Dia mengutarakan [8] fakta bahwa teknologi mampu menjadi wahana berkomunikasi antar sesama  warga sukunya  yang hidup berjauhan. Namun, “[t]eknologi dapat menjadi wahana yang lebih baik lagi: meremajakan dan melestarikan kebudayaan.” Masalahnya, hal ini juga memiliki problemanya sendiri.

Bahasa pribumi telah lama terancam oleh kombinasi antara urbanisasi dan modernisasi, seperti halnya keputusan pemerintah untuk pengusiran, pemindahan, dan pembunuhan warga pribumi.

Teknologi masa kini dibuat sedemikian rupa sehingga Anda dapat dengan mudah menyimpan informasi dan mempermudah kontak jarak jauh antara satu dengan yang lainnya, sehingga aktivitas perekaman, pelestarian dan penyediaan informasi suatu bahasa menjadi mudah. Namun, ada sejumlah kekhawatiran lain yang harus dipertimbangkan dihadapan dorongan pelestarian bahasa melalui perekaman, masalah-masalah utama berkisar diantara kepemilikan dan akses.  Sebuah bahasa berkaitan erat dengan kebudayaan, meskipun anggota suku tidak menggunakan bahasa asli mereka sehari-hari, kemungkinan besar bahasa tersebut masih mereka pergunakan dalam uapacara atau perayaan. Bahasa dan upacara tradisional hanya dapat dirasakan bersama oleh sekelompok orang: kadang dengan seluruh anggota suku, di saat lainnya hanya dengan segelintir orang  pilihan. Mungkin ada orang yang memiliki status sebagai pelindung pengetahuan tertentu, bahasa atau hal lainnya. Penting adanya untuk memastikan bahwa program yang tercipta untuk merekam dan melestarikan bahasa-bahasa peka terhadap kenyataan-kenyataan tersebut.

Hal lain yang perlu juga dipertimbangkan adalah penyalahgunaan atau eksploitasi atas informasi tersebut. Memang, beberapa tetua suku telah memilih untuk tidak membagikan pengetahuan mereka kepada non warga suku, dengan merekam informasi artinya risiko adanya warga non-suku dapat mengakses informasi meningkat. Dengan tidak merekam informasi memperkenankan warga suku untuk tetap memiliki control atas informasi kebudayaan mereka. Cara lainnya adalah dengan melibatkan warga suku dan para tetua dalam rancang bangun program pelestarian. Dengan meningkatnya jumlah warga yang terlibat dalam upaya pelestarian bahasa mereka, maka mereka dapat menentukan sendiri peraturan resmi dan tata laksana pengumpulan dan penyediaan informasi. Nantinya, apabila sebuah suku memutuskan untuk merekam dan melestarikan bahasa atau terus membagikannya khusus untuk warga sukunya secara lisan, maka keputusan mereka harus dihormati.


Belajar Bahasa Melalui Ponsel

Dengan gagasan ini dibenaknya, dia mengumumkan sebuah aplikasi ponsel baru yang dapat digunakan untuk belajar bahasa Bangsa Cherokee, yang merupakan penduduk asli Amerika yang tinggal di bagian tenggara Amerika Serikat pada tahun 1830an, namun dipaksa pindah ke bagian tengah negeri oleh pemerintah.

…Aplikasi tersebut mencakup kartu pengingat, rekaman-rekaman audion dan permainan untuk belajar bahasa, juga tersedia versi Nintendo DS. Ide untuk menggunakan teknologi popular untuk membantu pelestarian dan peremajaan bahasa merupakan langkah yang, karena hal ini mempermudah penyediaan informasi bahasa bagi warga suku, bukan hanya bagi mereka yang tinggal dekat di daratan suku saja, juga teknologi ini dapat dengan mudah dipadukan kedalam hidup mereka masing-masing.

…Faidah teknologi, seperti aplikasi iPhone bahasa Cherokee dapat membantu warga suku yang terpencar belajar bahasa suku mereka. Piranti lunak dapat digunakan untuk membuat materi kursus multimedia, sementara teknologi tatap muka via kamera web dapat digunakan untuk latihan lisan dengan sesama pengguna bahasa. Namun, program-program tersebut harus peka terhadap isu pengendalian dan akses yang melibatkan dekat warga suku dan para tetua, dengan terus menghormati permintaan mereka.