- Global Voices dalam bahasa Indonesia - https://id.globalvoices.org -

Republik Dominika: Konstitusi Melarang Aborsi Apapun Alasannya

Kategori: Karibia, Dominika, Agama, Hukum, Kesehatan, Media Warga, Conversations for a Better World

Setelah perdebatan  sengit, yang melibatkan dokter, sosiolog, dewan perwakilan Gereja Katolik, organisasi kesehatan internasional, dan politikus, pembuat Undang-Undang dari Republik Dominika [1] meratifikasi sebuah pasal dalam Undang-Undang Konstitusional, kini UU melarang wanita mengakhiri masa kehamilannya (aborsi) apapun alasannya [2].

Keputusan ini, menurut beberapa orang merupakan pengaruh dari Gereja Katolik dan masa pemilihan Kongres yang akan berlangsung dalam waktu dekat berperan besar dalam menempatkan Republik Dominika masuk ke dalam kelompok negara-negara kecil yang secara hukum melarang aborsi, termasuk kasus-kasus yang berkaitan dengan kesehatan terutama kehamilan yang mengancam nasib janin dan ibu. Para wanita yang menjadi korban kejahatan inses dan pemerkosaan juga dilarang melakukan aborsi.

Abortion opposition banner outside the Cathedral in Santo Domingo by Duarte 101 and used with permission.

Panji menolak aborsi di luar gereja Katedral di Santo Domingo oleh Duarte 101 dan digunakan dengan izin.

Pasal ini dipertanyakan ini dikenal dengan nama Pasal 30, menyatakan: “hak untuk hidup seseorang tidak dapat diganggu gugat sejak masa seseorang dikandung hingga meninggal. Hukuman mati tidak dapat diberikan, diputuskan, atau dijatuhkan dalam kasus apapun.”

Sejak rancangan pasal tersebut disetujui pada bulan April, aksi protes terus berdatangan [es] [3]. Sosiolog Rosario Espinal menulis bahwa sekarang hak wanita akan kesehatan dan hidup secara layak dirampas [es] [4], dan menambahkan bahwa dokter yang mengoperasikan aborsi secara ilegal akan dikenai denda uang dalam jumlah besar karena risiko dari aborsi yang terlalu tinggi.

Banyak yang yakin bahwa keputusan ini muncul akibat meningkatnya jumlah aborsi gelap, begitu juga angka kematian ibu. Namun, proses pengesahan Pasal ini juga menjadi topik pembicaraan banyak narablog.

Luis José López Ahí e’ que Prende [es] menggarisbawahi Pasal 30 adalah pasal kontroversial yang paling diperdebatkan dalam Perubahan Undang-Undang Konstitusional [5], dan menggarisbawahi bahwa organisasi HAM  Amnesty International telah menyatakan ketidaksetujuan mereka atas keputusan ini [es] [6]. Menurut López, makna hidup seseorang bisa diperdebatkan secara dalam dan tulus dengan memandang seluruh aspek, dan hal ini yang tidak terjadi di Republik Dominika:

El tema del aborto es un tabú en RD demasiado influenciado por las iglesias y las religiones. Mencionar la palabra es inclusive mal visto por muchos. Quienes se atreven a cuestionar el status quo, quienes se atreven a decir: “detengámonos a pensar” son inmediatamente censurados y condenados por el debate público.

Aborsi adalah hal tabu di Republik Dominika, terlalu banyak pengaruh dari gereja dan agama. Bahkan menyebut katanya saja dianggap tidak senonoh oleh banyak orang. Bagi mereka yang berani mempertanyakan status quo aborsi, bagi mereka yang berani berkata “berhenti sebentar dan marilah berpikir” langsung disensor dan dicecar dalam debat terbuka.

Nyaris 89% dari jumlah populasi [7] merupakan penganut agama Katolik Roma, Gereja mempunyai pengaruh kuat di segala aspek dalam masyarakat. Meskipun kenyataan keyakinan agama yang terlalu kuat ini, beberapa narablog seperti José Rafael Sosa, yang juga penganut Katolik Roma, tidak setuju keputusan pribadi semacam ini diatur oleh Konstitusi [8]:

Respeto mi Iglesia pero ello no me impide analizar el dificil tema con mi optica. El espacio legal para enfrentar lo que se llama “Aborto Criminal”, no es la Constitución. Nadie en su sano juicio, puede apoyar que se aborte una criatura ya formada, genéticamente hablando, siempre que el embarazo sea producto de una decisión de la madre, no de una violación o que intervengan otras circunstancias clínicas. En primer lugar, el tema debió haber sido decididopor quienes traen hijos al mundo, no por puros hombres buscando votos de fe. En segundo lugar, no se buscaba consagrar constitucionalmente el derecho caprichoso a abortar. El aborto es una realidad social que no se gobierna con la dinámica de aprobación de leyes o artículos constitucionales. El aborto es una realidad social que ahora provocará un aumento de la mortalidad de las mujeres que tambien tienen una vida que ser preservada. Los culpables acaban de votar publicamente por esa posibilidad. Y eso es un crimen.

Saya menghormati Gereja saya, namun ini tidak menghalangi saya dalam menganalisa topik yang termasuk sulit menurut sudut pandang saya. Alat hukum yang harus menghadapi kasus “Aborsi Krimnal” bukanlah Konstitusi. Tidak satupun dalam penilaian waras mereka, mendukung pembunuhan terhadap janin, yang sedang berkembang, secara genetis, bila kehamilan merupakan keputusan si ibu, dan bukannya akibat pemerkosaan atau akibat situasi klinis tertentu. Pertama, masalah ini seharusnya diurus oleh mereka yang mempunyai anak, dan tidak oleh para pria yang mencari suara dari pendukung setia mereka. Kedua, tidak satupun yang memancing Konstitusi untuk melegalkan hak aborsi. Aborsi adalah kenyataan sosial yang tidak diatur oleh dinamika persetujuan pasal atau hukum Konstitusional. Aborsi adalah kenyataan sosial yang sekarang akan mengarah pada meningkatnya angka kematian wanita yang ingin memiliki hidup terbebas dari rasa malu. Partai  yang bersalah melihat kemungkinan ini. Dan ini adalah suatu bentuk kejahatan.

Pada akhirnya, beberapa narablog merasa keputusan yang dibuat berdasarkan tujuan politik oleh para pembuat undang-undang. Dalam hal ini, María Isabel Soldevila yakin pihak Kongres “memalingkan wajah mereka dari masyarakat. [es] [9]” María de Jesús, seorang pembaca Diario Libre [es] [10] meringkas rasa jijiknya:

Sarta de hipocritas y a los que se creen que se votó por la vida, cuando una mujer tiene que abortar porque su vida esta en peligro y no lo hace SE MUEREN LA MUJER Y EL FETO! Balsa de ignorantes! La muerte va a tener un dos por uno en Republica Dominicana. Que vergüenza ser dominicana de ahora en adelante.

Sederet kemunafikan, dan mereka yang mengira mereka pro kehidupan, ketika seorang wanita membutuhkan aborsi karena hidup mereka dalam bahaya dan mereka tidak mendapatkannya, akhirnya WANITA DAN JANIN TERSEBUT MENINGGAL. Sungguh sikap masa bodoh! Sekarang angka kematian akan menjadi 2 bukannya 1 di Republik Dominika. Mulai saat ini menjadi warga negara Republik Dominika adalah sesuatu yang sangat memalukan.