- Global Voices dalam bahasa Indonesia - https://id.globalvoices.org -

Mesir: Kisah Para Perawan Tua Mesir

Kategori: Popular Post, Timur Tengah dan Afrika Utara, Mesir, Aktivisme Digital, Gagasan, Hak Asasi Manusia, Kaum Muda, Kebebasan Berbicara, Pembangunan, Women & Gender

Para perawan tua, sekelompok orang terpinggirkan dari masyarakat Mesir angkat suara dengan harapan mengubah pandangan masyarakat.

Khoka, penulis anonim Diari Seorang Perawan Tua Sinis [1] mengatakan:

انا عشت حبة كل ما اقول رأى ولا كلمة … يردوا فى سرهم ” دى عانس و غيرانة”
طب ماشى بقى … شوفوا الدنيا من عين هذى العانس الغيرانة
و تابعوا يوميات العانس الحقود

Ada kalanya dimana kubuka mulutku untuk mengungkapkan pendapat dan mereka memandangku sambil berkata, “ah.. ya.. memang dia perempuan sirik dan sinis”. Baiklah kalau begitu! Perkenankan aku menunjukkan kepada dunia melalui mata para perawan tua ini.. Ikuti blogku.. Diari seorang perawan tua sinis.

Abeer Soliman, seorang penulis Mesir yang juga blogger Jurnal Seorang Perawan Tua [2], menulis:

ليه احنا عوانس؟
طرحنا السؤال وكانت الأراء كثيرة، والأسباب العرجاء أكثر، واستفاضت كل واحدة منا في عرض تجاربها في الحياة، وتكهناتها بأسباب كونها عانس حتى الان.. في نهاية المطاف وضعنا أيدينا على النقاط المشتركة بيننا جميعا وتأكدنا أنها سبب عنوستنا.. جمعااااااااااء.

هذه الصفات هي: الاستقلالية.. النجاح.. الذكاء، واستطعنا من خلال تحليل بعضاً من علاقاتنا السابقة أن نكتشف “المصيبة السودا” ألا وهي أن الأنثى الناجحة المستقلة الذكية شخصية مبهرة تجذب الأنظار.. تخلب الأللباب.. تستفز الرجال للتقرب منها لكونها غير نمطية ..ثرية وشيقة.. يعيش معها الرجل سعادة لا توصف لكونها الحلم المفقود، ولكن ماذا بعد؟؟؟؟؟

الفرار.. نعم الفرار هو الخطوة التالية حيث لا يملك الرجل الشرقي مع أمثال هذه الشخصيات التي تهدد ذكورته.. تهدد سي السيد بداخله .. سوى الفرار،
خصوصاً وإن كان هو ذلك المثقف المطلع.. فبداخله تكمن الطامة الكبرى (شيزوفرانيا المثقف المصري أو العربي) الذي وفقا لقراءاته واطلاعاته وأحلام يقظته- لكونه مختلف عن جذوره- تستهويه الشخصيات أمثالنا- أنا وصديقاتي- لكن يبقى بداخله ذلك الرجل الذي يريد أن يثبت على الدوام “لذاته وللمجتمع” أنه هو.. الرجل.

ولكن ماذا تعني كلمة الرجل في أذهان هؤلاء العجزة ؟

- صاحب اليد العليا.. اللي بيصرف على البيت ..صاحب العمل الأفضل.. صاحب الدخل الأكبر، والأكثر وعياً.. الدليل للحياة.. السند..المرشد.. الموجه.. إلى أخر هذه المهاترات.

ومن هنا.. نحن لا نصلح للرجل الشرقي، فكلنا صاحبات وجهات نظر قوية فيما يتعلق بذواتنا.. صاحبات تاريخ طويل في تسلق صخور الحياة.. ومن هنا.. وبعد الانجذاب، والانبهار، وأحلام واهية في ليالي صيفية حارة، يفر هؤلاء الرجال بعد أن تسقط عنا الأهلية كزوجات، وربات بيوت، وأمهات.. لنبقى عوانس.

Mengapa kita menjadi perawan tua? Kita bertanya-tanya dan menemukan opini yang disertai alasan-alasan omong kosong. Setiap kita mengeruk detil pengalaman hidup, dan menduga-duga apa yang menyebabkan kita menjadi perawan tua. Akhirnya kita berhasil merujuk ke beberapa faktor umum yang memicu situasi sengsara kita.
Mandiri, sukses, dan otak menjadi stigma, karena kita tinggal di dalam masyarakat dimana perempuan cerdas, berprestasi dan mandiri menarik sekaligus menantang kaum laki-laki; mereka dengan gencar meneliti para perawan tua, mereka senang berada di sisi kita, berada di sekitar kita karena karakter kuat kita, namun apa selanjutnya?
Melarikan diri! Memang benar bahwa para laki-laki Timur Tengah merasa terintimidasi dengan karakter kuat tersebut dan merasa tidak ada pilihan lain selain melarikan diri. Lebih buruk lagi bila laki-laki tersebut sopan dan terpelajar karena dia merupakan pengidap schizophrenia unik, yang hanya dimiliki oleh laki-laki Mesir dan Arab pada umumnya, oleh sebab pendidikan tinggi, mereka tertarik kepada perempuan seperti kita, namun pada dasarnya dia menyembunyikan sifat Alfa dimana dia harus memainkan peran utama, memiliki pekerjaan lebih baik, penghasilan lebih besar, sudut pandang yang lebih benar, dan selalu memainkan peran penyelamat, pembimbing dan penasihat.

Sebab itu, kita tidak cocok untuk kaum laki-laki kita, kita semua begitu tajam berpendapat dan memiliki pengalaman hidup yang meliputi usaha keras dan keberhasilan. Dengan fakta-fakta tersebut, masuk akal setelah rasa ketertarikan satu dengan yang lain, saling terpesona, khayalan dan impian, para laki-laki itu memutuskan bahwa kita tidak pantas menjadi istri dan ibu, dan meninggalkan kita dengan nasib menjadi perawan tua.

Ethat ElKatatney dari Muslimah Media Watch menulis posting pengakuan panjang [3] dirinya sebagai perawan tua berusia 21 tahun.

Ya, seorang perawan tua berusia 21 tahun. Di negaraku, meskipun banyak perempuan Mesir menunda pernikahan hingga mereka menginjak medio 20 tahun, masyarakat masih melempar pandangan tidak setuju ke arah mereka.

“Laki-laki dan perempuan diciptakan untuk satu dan lainnya. Kamu perawan tua sinis.”

“Bayang-bayang lelaki lebih baik daripada tembok.”

Barusan merupakan pepatah Arab yang dilontarkan oleh para ibu, bibi, bahkan teman, yang pertama berarti mereka yang tidak menikah akan hidup dengan predikat “perawan tua”, yang kedua, lelaki manapun lebih baik daripada hidup membujang.

Aku benci istilah perawan tua, aku rasa sebagian besar perumpuan merasakan hal yang sama. Tidak ada padanan kata yang layak bagi perempuan yang tidak menikah. Wikipedia menjelaskan bahwa perawan tua memiliki reputasi sebagai:

Dingin dalam hal seksual dan emosi, lesbian, buruk rupa, berpenampilan ketinggalan jaman, depresi, memiliki moral yang ciut, amat sangat alim beragama.

Hebat! Dan di Mesir, menurut statistik terakhir terdapat 9-10 juta perawan tua diatas usia 30 tahun, perempuan yang tidak menikah (berturut-turut) ditolak, dicap dengan tidak adil, diejek, digosipkan, dikasihani dan seringkali diingatkan tentang hal-hal yang terlewatkan oleh mereka.

Inilah sebabnya grup facebook Spinsters*/ Old Maids for Change [4]yang diciptakan oleh Yomna Mokhtar, berusia 27 tahun dirasakan sebagai angin baru. Mokhtar merupakan jurnalis mingguan berbahasa Arab Al Yom al-Sabe’, grup tersebut dia ciptakan pada bulan Mei '08. Memang, aku tidak tahu benar seberapa sukses grup yang kini memiliki 600 anggota untuk mengubah mental masyarakat Mesir, tapi setidaknya ini sebuah upaya. Grup ini meliputi juru bicara media, penasihat sosial, penasihat keagamaan, dan psikolog. Mengesankan.

Topik diskusi dalam grup meliputi Ketika Hidup Membujang Menjadi Pilihan, Kami Tidak Mengenakan Jilbab, Tarawih Bagi Pengantin Pria dan Daftar Persyaratan Terbaru Pengantin Pria, dll.

Ethar, yang juga jurnalis, mencari tahu reaksi media terhadap grup Yomna Mokhtar.

Beberapa artikel pertama ditulis pada bulan Oktober, selang beberapa hari antara satu dengan yang lainnya di Al-Lawha Online [5] and at Al-Arabiya [6] (yang terakhir mencakup ratusan komentar menarik dan menawarkan penjelasan psikologis mayarakat Mesir dan pilihan foto menarik. Namun, aku tak bersependapat dengan Mokhtar yang mengatakan bahwa dia separuh hati menentang perjodohan separuh-terencana, menurutnya hal ini menjadikan perempuan “komoditas murahan”.)

Beberapa hari kemudian, sebuah forum di Mesir memuat [7]tanya jawab dengan Mokhtar. Katanya kepada mereka:

Tujuan akhirku adalah mengubah kesan masyarakat kita terhadap para perawan tua, mendorong para perempuan untuk tidak mengisolasi diri dan mengukir (dalam benak mereka) bahwa menikah dan melahirkan keturunan bukanlah satu-satunya jalan untuk menjadikan dunia lebih baik, namun dengan menggunakan bakat yang diberikan Tuhan untuk peningkatan kualitas masyarakat.

Sayang sekali, tanya jawab tersebut bukanlah hal terbaik yang pernah kubaca. Reporter yang bersangkutan (yang kebetulan seorang laki-laki) bertanya padanya; “Mengapa anda memiliki pendapat buruk mengenai perawan tua?” (astaga, bukan dia, tapi masyarakat Mesir), “Mengapa anda menggunakan kata “for change (untuk perubahan)” yang digunakan dalam kampanye politik?” (sepertinya sang reporter terlalu banyak mengkonsumsi ‘teori konspirasi’), “Apakah gerakan anda merupakan tentangan terhadap perkawinan?”, dan pertanyaan yang paling merongrong:

Mengapa anda tidak mencoba mengubah citra para perawan tua dengan cara memperbaiki perilaku sekolompok perempuan yang telah terlanjur memperburuk citra perawan tua?

Syukurlah dia (Mokhtar) berhasil menskak-mat si reporter:

Pertanyaan anda merupakan intisari pandangan masyarakat terhadap para perempuan yang menunda pernikahan, mereka memberikan stigma buruk terhadap kelompok ini, dan sudut pandang inilah yang kami perangi. Banyak sekali wanita (yang tak menikah) […] berpendidikan tinggi dan memiliki kedudukan penting. Amat disayangkan, masyarakat memandang ini sebagai bentuk kompensasi akibat pernikahan yang tertunda.

Beberapa hari kemudian, Surat Kabar Daily News Egypt juga meliput kisah ini [8]. Dalam artikel mereka, Mokhtar mengatakan bahwa dia menggunakan istilah “perawan tua”, meski dia menentang penggunaan istilah ini karena itilah ini merupakan “istilah baku yang dikenal masyarakat”.

Aku juga percaya bahwa penggunaan istilah lain bagi wanita yang tidak menikah hanya akan memungkiri kenyataan istilah tersebut. Dengan membiarkan istilah ini terus digunakan dapat dikatakan bahwa kelompok perempuan ini berupaya agar masyarakat berhenti menstigma mereka.

Dua minggu setelah kemunculan artikel tersebut, sebuah liputan muncul di Los Angeles Times [9], dimana sang jurnalis mewawancarai Mokhtar dan mengemukakan dua hal penting. Satu, bahwa pria juga bergabung dalam grup Facebook tersebut, dan kedua, ini bukanlah pertama kalinya seorang perempuan Mesir membahas isu perkawinan secara online, sebelumnya sebuah blog satir muncul di dunia maya berjudul wanna-be-a-bride [10].

[Aku agak geram, membaca terjemahan Visi, Misi grup dalam artikel tersebut, terjemahan mereka perlu ditelaah ulang].

Lalu, dua hari yang lalu, kantor berita Prancis Agence France-Presse menulis tentang grup, akhirnya berita itu meluncur ke dunia blog maya global bak bola salju. (Hanya tersedia dalam versi bahasa Inggris [11]dan Prancis [12]).

Artikel tersebut termasuk eksklusif, aku khususnya suka dengan bagian artikel yang menyinggung bahwa pernikahan merupakan keharusan bagi semua warga Mesir, baik Kristen maupun Islam. Sang penulis juga mewawancara seorang sosiolog terkemuka, yang memberikan bobot ekstra bagi opini Mokhtar, dan menyanggah orang-orang yang bermaksud menepis opini Mokhtar dan opini tersebut tak ubahnya omong-kosong pahit seorang perawan tua. Penulis juga menggaris bawahi bahwa anggota grup tidak meminta hak untuk membujang, apalagi melewati “garis merah” masyarakat.

(Meski menurut pendapatku, fakta bahwa Mokhtar mengenakan jilbab merupakan satu hal penting yang wajib disinggung — untuk menjelaskan bahwa dia bukanlah seseorang yang memilih membujang dan bermoral rendah. Juga tak kalah penting bahwa pernikahan massal dilaksanakan di Mesir dengan tujuan menampik kelakuan yang “menyimpang” (contohnya: homoseksualitas dan seks di luar nikah, dan bukan hanya menolong mereka yang tidak memiliki dana untuk merayakan pernikahan).

Wawancara Mokhtar dalam bahasa Prancis lainnya, muncul di hari yang sama dalam Lepetitjournal [13]berjudul Gadis Perawan Tua: Objek Olok-Olok. Bahasa Prancisku sudah agak lapuk, tapi sebagai jurnalis aku suka sekali paragraf pertamanya:

Astaga! Gadis yang malang! Dia belum juga menikah? Kenapa? Jadi kapan dia akan mulai berkeluarga? Dia mengambil risiko hidup membujang seumur hidup, gadis yang malang!

Sebuah komentar di dalamnya: “Tidak menikah merupakan kesalahan tak terampuni, menolak menikah merupakan kejahatan dan seseorang dapat dihukum karenanya!”

Artikel tersebut juga merupakan wawancara tanya-jawab, dan Mokhtar menjelaskan bahwa grup Facebook tidaklah cukup untuk mencapai tujuan akhir grup. Di masa mendatang, mereka ingin mengadakan seminar guna meningkatkan kewaspadaan, dan juga acara pertemuan dimana para perempuan yang di cap perawan tua dapat berbagi pengalaman dengan anggota keluarga, dimoderatori oleh psikolog.

Melalui Facebook, ElKatatney bertanya pada Mokhtar mengenai kesannya terhadap pemberitaan media selama ini. Menurutnya:

Aku menyukai pemberitaan media barat dibanding dengan media Mesir, yang hanya berkutat dengan hal-hal di permukaan. [Ada juga] liputan lainnya, antara lain surat kabar Al-Masa’ dan Rose al-Youssef. Seorang jurnalis bertanya padaku bila pergerakan yang kumulai bertujuan untuk meningkatkan kualitas perilaku para perempuan yang tidak menikah, mereka yang tidak menemukan jodoh akibat perilaku buruk mereka. Menurutku masalah sebenarnya bukanlah media, tapi sikap jurnalis yang bertanya. Seorang jurnalis yang baik, dari manapun mereka berasal– barat atau timur, mampu membuat artikel yang baik.

Perawan tua berusia 21 tahun tersebut mengakhiri posnya dengan berkata:

Perempuan 21 tahun yang kini masih menyendiri, merangkum posting blognya dengan mengatakan:

Aku merasa amat terinspirasi. Mungkin aku harus mengubah judul (blogku) menjadi “Perawan Tua yang Berdaya”. Hmm, rasanya terdengar kurang pantas. Bachelorette?

* Kata ‘Anis’, dalam bahasa Arab memiliki beberapa arti, tapi memiliki arti populer yang berarti perawan tua.